Kaleidoskop 2023: Menolak Lupa Janji Manis Pemerintah ke Warga Rempang Atas Investasi Xinyi
Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City yang digagas Pemerintah Indonesia di Pulau Rempang menuai kontroversi ketika mendapat penolakan warga lokal
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pulau Rempang seluas 16.583 meter persegi di Kepulauan Riau akan dijadikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang saat ini digagas Pemerintah Indonesia.
Pemerintah berencana menyulap Pulau Rempang menjadi sebuah kawasan yang mencakup sektor industri, perdagangan, hunian, dan pariwisata yang terintegrasi. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia Tenggara.
Namun inisiatif ini mendapat penentangan warga lokal ketika terjadi penggusuran pemukiman warga Rempang termasuk yang tinggal di pesisir pantai.
Ada lima kampung yang terkena proyek yang lahannya akan digarap investor China, Xinyi Group tersebut.
Yakni kampung Pasir Panjang, kampung Blongkeng, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan kampung Pasir Merah.
Pada 7 September 2023 lalu, bentrokan terjadi antara masyarakat Pulau Rempang dan aparat kepolisian yang hendak mematok area yang akan dijadikan batas wilayah.
Kericuhan tersebut terjadi akibat warga menolak terkait pemasangan patok di Pulau Rempang.
Kawasan ini sejatinya dihuni oleh warga asli dan pendatang, jauh sebelum BP Batam terbentuk. Sayangnya, warga sekitar tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan.
Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia membantah melakukan penggusuran pemukiman warga Pulau Rempang.
Dia mengklaim hanya melakukan penggeseran pemukiman warga.
"Kalau dari Rempang ke Rempang itu bukan relokasi, pergeseran. Jadi kita geser kampung mereka yang beberapa kampung itu kita geser ke suatu kampung. Tapi masih di Rempang, setuju mereka berati oke," kata Bahlil kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, beberapa waktu lalu.
Baca juga: Besok 35 Warga Aksi Bela Rempang Jalani Sidang Perdana di PN Batam
Bahlil mengatakan, tanah seluas 17.000 hektare di Pulau Rempang ini akan diberdayakan untuk PSN Rempang Eco City hanya 7.000 hektare.
Pembangunan PSN Rempang Eco City ini sejatinya digagas oleh pemerintah pusat bersama BP Batam, dan perusahaan PT Makmur Elok Graha.
Untuk tahap awal, Bahlil bilang kawasan ini sudah diminati oleh perusahaan kaca terbesar di dunia asal Tiongkok, Xinyi Group yang berencana akan berinvestasi senilai 11,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) sampai dengan tahun 2080.
"Total area itu kan 17.000 (hektare) tapi dari 17.000 (hektare) lebih itu kan ada sekitar 10.000 hektare itu kawasan hutan lindung yang nggak bisa kita apa-apain," ungkap dia.
"Jadi areanya itu kurang lebih sekitar 7.000 (hektare) yang bisa dikelola. Untuk kawasan industrinya, tahap pertama itu kita kurang lebih sekitar 2.000 sampai 2.500 hektare," imbuhnya.
Skema ganti rugi
Pemerintah menjanjikan ganti rugi untuk relokasi warga Pulau Rempang yang terkena proyek Rempang Eco City ini dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2023 yang telah dikeluarkan pada 8 Desember 2023.
Perpres tersebut mengatur tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi mengatakan Perpres No 78 Tahun 2023 ini mengubah beberapa ketentuan dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2018.
Ketentuan teknis pelaksanaan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan tertuang dalam pasal 12 (1a) dalam hal penanganan dampak sosial kemasyarakatan berlokasi di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, kewenangan Gubernur daerah dilaksanakan oleh Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Rudi menekankan kehadiran Perpres ini akan dapat menjadi titik terang menangani Pulau Rempang.
"Perpres 78 tahun 2023 sudah turun. Meski Perpres ini belum menyelesaikan semua persoalan Rempang Eco-City. Tetapi, Ini Perpres salah satu dasar penting yang akan kita gunakan untuk membangun rumah Bapak Ibu sekalian (kompensasi warga Rempang)," Kata Muhmmad Rudi dikutip dalam website BPBatam.go.id, Selasa (19/12/2023).
Akhir bulan Desember ini akan mulai dibangun rumah contoh di Tanjung Banon sebagai lokasi relokasi warga terdampak. Sehingga ditargetkan tahun depan rumah sudah selesai dan dapat dinikmati oleh warga.
Bahlil bilang, pemerintah telah menyiapkan hunian untuk 700 kepala keluarga (KK) yang terdampak pergeseran pemukiman warga di Pulau Rempang, Kepulauan Riau.
Bahlil menegaskan, pemerintah telah menyiapkan tanah seluas 500 meter persegi per satu kepala keluarga. Rumah tersebut akan dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 7 bulan.
Sementara menunggu waktu konstruksi warga akan diberikan fasilitas berupa uang dan tempat tinggal sementara.
"Rumah dengan tipe 45 yang nilainya kurang lebih sekitar Rp 120 juta. Dan yang ketiga adalah uang tunggu transisi sampai dengan rumahnya jadi, per orang sebesar Rp 1,2 juta dan biaya sewa rumah Rp 1,2 juta," kata Bahlil dalam keterangannya, Senin (18/9/2023).
"Termasuk juga dengan tanam tumbuh, keramba ikan, dan sampan di laut. Semua ini akan dihargai secara proporsional sesuai dengan mekanisme dan dasar perhitungannya. Jadi yakinlah bahwa kita pemerintah juga punya hati," jelas dia.
Di sisi lain, Bahlil menegaskan pentingnya untuk memenuhi hak-hak masyarakat Rempang terkait dengan pemindahan warga Pulau Rempang ke Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau.
Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto mengatakan akan langsung diberikan sertifikat hak milik (SHM) untuk tempat tinggal warga yang mengalami pergeseran dari 16 titik Kampung Tua Pulau Rempang.
"ATR/BPN ingin langsung menyerahkan sertifikat. Jadi ketika sudah ditentukan di 16 titik, kita ingin menyerahkan sertifikat, sambil melakukan proses pembangunan dan diawasi oleh pemilik," ujar Hadi.
"Kami juga sudah sampaikan bahwa sertifikat itu agar disamakan dengan sertifikat 37 kampung tua yang sudah diserahkan, itu adalah dengan status SHM yang tidak boleh dijual, harus dimiliki oleh masyarakat yang terdampak tersebut," kata dia.
Bahlil Lahadalia mengatakan sebanyak 50 kepala keluarga (KK) telah menempati hunian sementara di empat lokasi yang berbeda.
Menurut Bahlil, saat ini sudah 50 persen lebih bersedia untuk melakukan pergeseran lahan di Pulau Rempang, Batam Kepulauan Riau.
"Ya sudah pindah 50-an lebih, yang sudah mendaftar itu sudah mencapai hampir 500 dari 900 KK loh. Jadi sudah 50 persen lebih yang bersedia untuk digeser secara sukarela," kata Bahlil kepada wartawan di Kantornya, Jumat (20/10/2023).
Dikatakan Bahlil, pihaknya juga gencar melakukan komunikasi dengan masyarakat sekitar untuk bersedia melakukan pergeseran secara menyeluruh.
Terkait tenggat waktu pergeseran, Bahlil bilang belum bisa memastikan. Namun dia bilang lebih cepat lebih baik.
"Memang kita komunikasi sama rakyat ini kan harus baik, harus butuh waktu, kita bicara baik-baik. Kalau mereka belum mau itu karena belum ada penjelasan yang mungkin mereka mengerti," ujar Bahlil.
"Lebih cepat lebih baik. Tapi harus dengan cara yang baik," imbuh dia menegaskan.
Sedangkan mengutip BPBatam.go.id, dari 961 KK yang tercatat berada di wilayah tersebut, sebanyak 719 KK telah menerima sosialisasi dari tim terpadu, dengan jumlah 575 datang ke posko untuk berkonsultasi, 361 KK telah mendaftar, dan 86 KK telah pindah ke hunian sementara.