Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kasus Covid-19 Kembali Naik, Harga Saham Perusahaan Farmasi Melambung, Sampai Kapan? Ini Kata Analis

Saham PT Phapros Tbk (PEHA) melejit hingga 45,30 persen ke Rp 850 per saham dalam sepekan.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Kasus Covid-19 Kembali Naik, Harga Saham Perusahaan Farmasi Melambung, Sampai Kapan? Ini Kata Analis
Tribunnews/JEPRIMA
Pegawai beraktivitas di dekat layar yang menampilkan data saham di PT Bursa Efek Indonesia di Jakarta. Saham PT Phapros Tbk (PEHA) melejit hingga 45,30 persen ke Rp 850 per saham dalam sepekan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Covid-19 di beberapa negara termasuk Indonesia mengalami peningkatan seiring munculnya varian baru yakni JN.1.

Meningkatnya kasus Covid-19, membawa dampak positif terhadap pergerakan saham perusahaan sektor farmasi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Pada peunutupan perdagangan, Rabu (20/12/2023), beberapa harga saha, farmasi yang melonjak dalam sepekan di antaranya saham PT Kimia Farma Tbk (KAEF).

Saham KAEF naik hingga 67,84 persen ke Rp 1.670 per saham, dan saham PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) melambung 62,62% ke Rp 870 per saham.

Baca juga: Kasus Covid-19 Naik, Penumpang KAI dan KRL Diimbau Kembali Pakai Masker dan Rajin Cuci Tangan

Kemudian, saham PT Phapros Tbk (PEHA) melejit hingga 45,30% ke Rp 850 per saham dalam sepekan.

Selanjutnya, saham PT Indofarma Tbk (INAF) naik 35,71% ke Rp 665 per saham, dan saham PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) melambung 25,14% ke Rp 1.145 per saham.

Selain itu, saham PT Hetzer Medical Indonesia Tbk (MEDS) yang merupakan produsen masker, juga mendapat angin segar dari kasus Covid-19 ini.

Berita Rekomendasi

Tercatat, pada penutupan perdagangan, Rabu (20/12), harga saham MEDS meningkat 33,96% ke Rp 71 per saham. Sedangkan pergerakan saham MEDS dalam melompat 42%.

Direktur Utama Kiwoom Sekuritas Indonesia, Chang-kun Shin mengatakan, lonjakan harga saham emiten farmasi didorong sentimen kenaikan Covid-19.

Kendati harga saham PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF) tidak naik secara signifikan dalam sepekan, Shin menilai, secara fundamental KLBF masih layak dikoleksi dibanding emiten farmasi lainnya dikarenakan masih postifnya laba.

"KAEF, IRRA, KLBF bisa berpotensi diuntungkan dari naiknya kasus Covid-19. Potensi penguatannya akan lebih terbatas, mengingat harga sahamnya sudah naik signifikan," ujar Shin dikutip dari Kontan, Kamis (21/12/2023).

Shin menyarankan kepada para investor untuk wait and see terlebih dahulu terhadap saham emiten farmasi yang sudah naik tinggi, atau investor bisa melakukan trading jangka pendek pada saham KLBF dengan potensi upside 5%-6%.

"Seperti data dari dari Kementerian Kesehatan yang menunjukkan untuk vaksinasi dosis pertama telah mencapai setara 86,87% dari total sasaran, lalu dosis kedua setara 74,53% dan dosis ketiga setara 37,91%," kata Shin.

Senior Investment Information Mirae Aseset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji melihat, diantara saham farmasi, yang paling likuid saham KLBF karena pergerakan saham dan harganya selalu stabil sehingga cocok untuk investasi jangka panjang.

Sementara, menurut dia, saham farmasi yang sedang melejit saat ini seperti KAEF, IRRA, dan PEHA kenaikan harga sahamnya hanya bersifat sementara.

"Jadi saham-saham tersebut hanya memanfaatkan euforia terkait dengan kenaikan kasus lonjakan Covid-19 yang terjadi saat ini. Tapi kalau untuk kinerja fundamental nya menurut saya belum mendukung," kata Nafan.

Oleh sebab itu, Nafan tidak merekomendasikan saham farmasi lainnya untuk dibeli selain KLBF.

Ia menilai, KLBF satu-satunya saham farmasi yang fundamentalnya termasuk paling stabil diantara saham farmasi lainya.

"Jadi hanya KLBF saja yang menarik, dan yang lainnya saya tidak bisa berikan rekomendasi," tandas Nafan.

Bersifat Sementara

Shin mengatakan, kenaikan harga saham sektor farmasi bisa bersifat sementara jika angka Covid-19 sudah mulai turun kembali.

Shin menilai, kenaikan saham emiten farmasi hanya sentimen jangka menengah hingga pendek karena kondisi saat ini diperkirakan berbeda dengan kasus Covid-19 pertama kali di tahun 2019.

Saat ini, tingkat kekebalan dari vaksinasi lebih tinggi dari sebelumnya.

PT Sinarmas Sekuritas juga mengatakan bahwa emiten farmasi akan diuntungkan dengan adanya peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia. Namun, keuntungan tersebut diprediksi hanya terjadi dalam jangka pendek.

Head of Retail Research Sinarmas Sekuritas, Ike Widiawati mengatakan, kasus Covid-19 mulai menyebar kembali di kalangan masyarakat Indonesia. Namun demikian, tingkat kepedulian masyarakat akan kesehatan mulai membaik.

Baca juga: PAPDI Ingatkan Lansia dan Kelompok Komorbid Untuk Booster Covid-19

"Covid-19 terjadi di kita dan puncaknya itu akan terjadi saat Natal dan Tahun Baru. Dan karena ada jeda waktu untuk infeksi, maka puncak Covid-19 diprediksi terjadi di kisaran Januari 2024 nanti,” kata Ike.

Dengan demikian, menurut dia sektor kesehatan akan mendapatkan keuntungan yang cukup signifikan dengan adanya sentimen kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia.

"Saat ini sektor kesehatan mengalami berkah positif. KAEF dan IRRA naik ngegas. Tapi semoga kasus Covid-19 ini tidak berlangsung lama, sehingga dampak ke sektor kesehatan hanya momentum sementara saja," kata dia.

Meski demikian, dia menyebutkan bahwa terdapat faktor yang perlu diperhatikan investor dari emiten sektor kesehatan, yaitu, tingkat nilai tukar rupiah, pemberian vaksinasi booster untuk mengantisipasi lonjakan Covid, dan masyarakat yang telah belajar bagaimana cara untuk mengantisipasi gejala Covid-19 tersebut.

Tidak Ganas

Kasus Covid-19 di Indonesia mengalami peningkatan, di mana dalam sehari dilaporakan ada 200 kasus terdeteksi.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementrian Kesehatan RI dr. Imran Pambudi MPHM, mengatakan, secara nasional dalam sehari 243 kasus baru.

Meski demikian, varian JN.1 yang memicu lonjakan kasus di beberapa negara termasuk Indonesia tidaklah ganas.

Varian ini masih termasuk varian Omicron sehingga cepat menular namun memiliki fatalitas rendah.

"Sifatnya tidak ganas. Ada meninggal karena pasiennya komorbid. Yang banyak muncul itu JN.1 varian Omicron. Varian ini sifatnya lebih cepat menular tapi fatalitasnya rendah," tutur dr Imran di Jakarta, Selasa (19/12/2023).

Adapun total kematian kasus Covid-19 sejak akhir November hingga saat ini tercatat 13 kasus, dimana pada 18 Desember tercatat ada dua kematian akibat Covid-19.

“Pada dua orang ini ditemukan adanya kondisi komorbid. Rata-rata kasus Covid-19 ditemukan secara tidak sengaja. Mereka hendak menjalani tindakan medis lalu tes, ternyata ditemukan Covid,” ungkap dia.

Kemenkes pun tetap meningkatkan agar masyarakat perlu waspada, terlebih selama liburan Nataru.

Baca juga: Seorang Warga Cianjur Positif Covid-19: Sedang Isolasi Mandiri di Rumah

Protokol kesehatan yang dulu digencarkan seperti mencuci tangan dengan sabun dan melakukan etika bersin yang baik, tetap perlu dilanjutkan.

“Kalau sakit sebaiknya jangan bepergian. Bila tetap pergi, pakailah masker. Sebisa mungkin jangan menyebarkan penyakit ke orang lain,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Maxi Rein Rondonuwu menyatakan, umumnya varian JN.1 ditemukan di wilayah DKI Jakarta.

Sejauh ini, belum ada laporan bahwa kasus kematian Covid-19 karena varian tersebut.

"Bukan yang meninggal di RSPI. Hasil WGS tidak ada yang JN.1," kata dia kepada wartawan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas