Harga Minyak Mentah Kembali Naik di Tengah Kekhawatiran Pasokan Timur Tengah
Harga minyak mentah kembali melonjak hari ini karena kekhawatiran atas pasokan dari Timur Tengah.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA – Harga minyak mentah kembali melonjak hari ini, Kamis (4/1/2024), mengikuti kenaikan pada sesi sebelumnya karena kekhawatiran pasar atas pasokan dari Timur Tengah.
Pasar khawatir, gangguan produksi di ladang minyak Libya dan meningkatnya ketegangan seputar perang Israel-Gaza mengganggu pasokan ke pasar global.
Minyak mentah Brent naik 38 sen, atau 0,5 persen, menjadi 78,63 dolar AS per barel, sedangkan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 52 sen, atau 0,7 persen, menjadi 73,22 dolar AS.
“Pertemuan berita utama seputar ketegangan lebih lanjut di Laut Merah dan penutupan penuh ladang minyak Sharara di Libya akibat protes lokal telah memperbarui kekhawatiran tentang gangguan pasokan minyak global,” ujar Yeap Jun Rong, ahli strategi pasar di IG Group.
Baca juga: Konflik di Laut Merah Bikin Harga Minyak Mentah Melonjak pada Awal 2024
Sebelumnya dilaporkan bahwa protes lokal memaksa penghentian produksi minyak Sharara di Libya, yang dapat menghasilkan hingga 300.000 barel per hari.
Di sisi lain, kekhawatiran pengiriman di Laut Merah muncul setelah kelompok Houthi Yaman yang didukung Iran mengatakan pihaknya telah “menargetkan” sebuah kapal kontainer yang menuju Israel pada Rabu (3/1/2024).
Komando Pusat Amerika Serikat menjelaskan kelompok militan tersebut telah menembakkan dua rudal balistik anti-kapal di selatan Laut Merah pada hari sebelumnya.
“Skenario risiko geopolitik akan tetap menjadi risiko utama terhadap perkiraan tersebut,” kata Rong.
Baca juga: Harga Minyak Naik saat Iran Kerahkan Kapal Perangnya di Laut Merah
Analis di Goldman Sachs memperkirakan Brent akan berkisar antara 70 dolar AS hingga 90 dolar AS per barel pada 2024, mengutip pasokan OPEC+ yang fleksibel, risiko resesi yang rendah, dan pembelian cadangan minyak strategis oportunistik oleh China dan Amerika Serikat.