Tak Hanya Persoalan Lingkungan, Pemerintah Sebut Transisi Energi Untuk Jaga Daya Saing Produk Lokal
Pemanfaatan produk energi bersih dalam proses produksinya akan menjadi sebuah persyaratan masyarakat global.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, transisi energi bukan semata-mata hanya permasalahan lingkungan saja.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, implementasi transisi energi lebih jauh lagi untuk menjaga daya saing produk dalam negeri dengan negara lain.
"Saya mendefinisikan transisi energi dari sisi pemerintah. Menurut kami, menurut ESDM transisi energi ini adalah suatu kebijakan dari pemerintah untuk merespon apa yang terjadi di global," papar Dadan dalam keterangannya, dikutip Minggu (14/1/2024).
Baca juga: Transisi Energi Dorong Peningkatan Daya Saing Produk Indonesia
"Jadi kita merespon, global itu inginnya seperti ini. Tujuannya adalah untuk tetap menjaga daya saing kita. Jadi saya memberikan planning-nya sesuatu yang sangat umum untuk semua. Bukan keperluannya ESDM, bukan keperluannya lingkungan saja," sambungnya.
Pemanfaatan produk energi bersih, sambung Dadan, dalam proses produksinya akan menjadi sebuah persyaratan masyarakat global dengan konsekuensi pajak lebih tinggi jika dalam proses produksinya menggunakan bahan bakar yang menghasilkan emisi tinggi.
"Kita harus bisa juga bersaing dengan negara-negara lain untuk tetap menjaga market kita, misalkan di Eropa. Asia sekarang mulai menerapkan prinsip-prinsip energi bersih," jelas Dadan.
"Jadi, jadi kira-kira tujuan besarnya seperti itu, jangan dibalik. Justru kita mendorong kemanfaatan energi terbarukan, kita ingin meningkatkan daya saing kita," lanjutnya.
Beberapa negara dilaporkan sudah meminta pajak yang tinggi untuk produk-produk yang terbukti menggunakan bahan bakar yang tidak ramah lingkungan dan sebaliknya yang memiliki sertifikat penggunaan energi bersih untuk menghindari pajaknya.
Dengan ilustrasi di atas, maka tentu saja harga produk yang dalam prosesnya menggunakan energi dengan emisi yang tinggi akan lebih mahal harganya dibandingkan dengan produk yang sama.
Namun menggunakan energi yang ramah lingkungan dalam proses produksinya karena perbedaan besaran pajak emisinya.
"Saya dengar, Eropa itu akan mulai menerapkan carbon border tax-nya dua tahun lagi. Kan tidak lama, 2026 itu tidak lama untuk sebuah industri memastikan bahwa nanti akan bisa masuk ke sana," ucap Dadan.
"Nanti misal ada produk dari Indonesia, masuk, diekspor ke sana, ditanya. Maksudnya ditanya itu pasti ada sertifikasi, ada segala macam ini prosesnya menggunakan energinya seperti apa?" pungkasnya.