YLKI Temukan 15 Merek Garam Konsumsi yang Beredar di DKI Jakarta Tak Sesuai SNI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan penelitian terhadap merek-merek garam yang beredar di wilayah DKI Jakarta.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) melakukan penelitian terhadap merek-merek garam yang beredar di wilayah DKI Jakarta.
Penelitian dilakukan pada Agustus-Desember 2022, dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif, terhadap 70 produk dengan metode Comparative Testing berbagai merek produk garam, berdasarkan analisa label dan pengujian iodium menggunakan metode titrasi.
Baca juga: Konsumsi Gula, Garam dan Lemak Berlebihan Penyebab 80 Persen Kematian di Indonesia
Kriteria sampel terdiri dari dua kriteria, yaitu kriteria inklusi yang terdiri dari garam halus, bata atau kasar yang dijual di wilayah DKI Jakarta dan garam dengan kategori garam konsumsi.
Sementara itu, untuk kriteria eksklusi, terdiri dari garam krosok yang bukan sebagai garam konsumsi.
Survei tersebut dilakukan di wilayah DKI Jakarta, yaitu wilayah Kepulauan Seribu, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Jakarta Barat dengan mayoritas jenis garam pada sampel yaitu garam halus sebesar 89 persen.
Staf Bidang Penelitian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana, mengatakan dari 70 sampel ada 55 brand yang memenuhi syarat dan 15 merek yang tidak memenuhi syarat.
"Wilayah dengan produk garam yang tidak memenuhi standar SNI tertinggi berada di Jakarta Utara sebesar 33,33 persen. Dari 12 merek yang beredar di wilayah ini, yang memenuhi standar hanya 8 merek," tutur Niti dalam konferensi pers virtual, Sabtu (3/2/2024).
Baca juga: Hati-Hati, Konsumsi Makanan Mengandung Banyak Garam! Berisiko Hipertensi hingga Gangguan Ginjal
Selanjutnya, dari 70 sampel, terdapat 8,6 persen produk garam tidak memiliki label keterangan garam beryodium.
Sebagai informasi, syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) yodium pada garam konsumsi adalah > 30 PPM.
YLKI juga menemukan sebanyak 21,4 persen produk garam konsumsi yang beredar di DKI Jakarta memiliki kadar yodium di bawah standar SNI.
Selain itu, sebesar 10 persen sampel garam tidak memiliki label SNI dan sebesar 14 persen sampel garam tidak mencantumkan label izin edar dan sebesar 1 persen ditemukan mencatut izin edar merek lain, serta terdapat 6 persen sampel mencantumkan NIE yang tidak terdaftar BPOM.
Kemudian, sebanyak 28,6 persen sampel tidak memiliki keterangan kadaluarsa dan sebanyak 1,4 persen sampel memiliki keterangan kadaluarsa, tetapi sudah tidak berlaku. Terakhir, sebanyak 17,1 persen sampel tidak ada keterangan label halal pada kemasan.
Baca juga: Kualitas Masih Rendah, Industri Ogah Pakai Garam Lokal
"Dari hasil survei tersebut, terdapat beberapa catatan. Pertama, garam gurih merek Miwon tidak dapat dilakukan uji kandungan iodium pada garam menggunakan metode titrasi karena garam tersebut bercampur dengan MSG (Monosodium Glutamat)," ungkap Niti.
Kedua, pemberlakuan SNI pada garam gurih masih bersifat sukarela, sehingga belum wajib mendapatkan sertifikasi SNI.
Ketiga, terdapat dua kategori garam kasar yang beredar di pasaran, yaitu garam kasar yang diperuntukkan untuk konsumsi dan garam kasar yang tidak diperuntukkan untuk konsumsi.
Keempat, garam kasar yang beredar di pasaran mayoritas adalah garam kasar yang tidak diperuntukan untuk konsumsi, sehingga tidak terkandung iodium sama sekali dan warnanya tidak sejernih garam untuk konsumsi. Kelima, Garam Himalaya tidak terdapat kandungan yodium sesuai dengan standar SNI.