Menparekraf Sandiaga Uno Minta Provinsi Lain Ikuti Bali Beri Insentif Fiskal Pajak Hiburan
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta provinsi lain mengikuti Bali mengeluarkan kebijakan insentif
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta provinsi lain mengikuti Bali mengeluarkan kebijakan insentif fiskal pajak hiburan.
Ia menyampaikan, Bali bersama pemerintah kabupaten dan kota telah melakukan rapat koordinasi dan sepakat mengeluarkan kebijakan insentif fiskal melalui Perkada.
Selain Bali, ada Labuan Bajo yang juga sudah mengeluarkan kebijakan insentif fiskal. Ia berharap provinsi lain bisa melakukan hal serupa.
Baca juga: Dekat dengan Kawasan Puncak, Investasi Lahan Wisata di Cipanas Menggeliat
“Mudah-mudahan disusul yang lain, Labuan Bajo juga sudah, agar besaran persentase disesuaikan dengan kondisi daerah kabupaten dan kota setempat dan ditetapkan paling lambat pertengahan Februari 2024,” kata Sandiaga dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (7/2/2024).
Diketahui, pajak hiburan ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubugan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang merujuk pada pasal 58 ayat 2 tentang Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75%.
Menurut Sandiaga, pemberian insentif penting untuk menjaga stabilitas investasi dan kontinuitas penyelenggaraan event.
Ia mengatakan, semakin tinggi tarif pajak, maka akan menurunkan minat investor di sektor pariwisata, termasuk juga dalam penyelenggaraan event. Oleh karena itu, ia menyebut ini perlu dipertimbangkan.
"Jangan sampai ada pengurangan tenaga kerja di sektor parekraf," katanya.
Sebagai informasi, pajak hiburan menuai protes dari kalangan pengusaha. Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) Agnes Lourda Hutagalung mengaku tak menyetujui perihal kenaikan pajak hiburan ini.
Menurutnya, spa ini tak termasuk dalam industri hiburan. Sehingga dia meminta pemerintah untuk tidak mengenakan pajak bagi pelaku usaha spa.
Baca juga: Penyelenggaraan Pernikahan Mampu Bangkitkan Potensi Wisata di Daerah
Kemudian, pengusaha sekaligus pengacara kondang Hotman Paris Hutapea bersama pengusaha industri jasa hiburan di antaranya Inul Daratista dan Haryadi Sukamdani menilai pajak hiburan ini tak masuk akal.
Bahkan, Hotman menduga ada pejabat yang menginisiasi industri hiburan ini terancam tutup imbas adanya kebijakan tersebut. Terlebih, dia mengklaim bahwa Presiden RI Joko Widodo pun tak mengetahui menyoal kebijakan tersebut.
"Analisa kami, bukan analisa pak menteri. Analisa kami dan analisa beberapa ahli sepertinya memang ada oknum tertentu yang mengizinkan bisnis ini tutup di Indonesia," ujar dia.
"Sepertinya waktu itu pembahasannya enggak sampai ke level atas bahkan menurut sumber yang saya tau resmi dari istana presiden pun tidak tahu soal itu. Berarti ada oknum pejabat bawahan yang tidak melaporkan secara detil," imbuhnya.
Dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, terdapat sejumlah jasa yang termasuk dalam jasa kesenian dan hiburan.
Yakni, tontonan film, pergelaran kesenian, kontes kecantikan, dan kontes binaraga.
Kemudian ada pameran, pertunjukan sirkus, pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor, permainan ketangkasan, olahraga permainan, rekreasi wahana, panti pijat dan refleksi, serta diskotek, karaoke, klab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Lalu, dari beberapa jenis kegiatan tersebut, kegiatan yang tarif pajak hiburan atau pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) diatur menjadi 40-75 persen di antaranya kegiatan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Menurut Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Lydia Kurniawati, lima jenis jasa hiburan itu dikenakan tarif pajak cenderung tinggi karena dianggap hanya dikonsumsi masyarakat tertentu.
Untuk memberikan rasa keadilan antar daerah, maka ditetapkan batas bawah 40 persen dari sebelumnya tidak ada batas bawah.