Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kebijakan HET Mencekik Pedagang Beras Eceran, Jual Rugi Hingga Mengoplos

Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium sebesar Rp 13.900 per kilogram.

Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kebijakan HET Mencekik Pedagang Beras Eceran, Jual Rugi Hingga Mengoplos
Nitis Hawaroh/Tribunnews.com
Pedagang beras eceran di Pasar Kramatjati, Jakarta Timur, Minggu (11/2/2024). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras premium sebesar Rp 13.900 per kilogram. HET ini berlaku untuk Zona 1 meliputi Jawa, Lampung, Sumsel, Bali, NTB, dan Sulawesi.

Di satu sisi, stok beras premium di pasar tradisional mulai langka. Sejalan dengan itu, harga beras premium pun mengalami kenaikan hingga Rp 16.800 per liter.

Juna, seorang pedangan beras eceran di Pasar Kramatjati mengaku tercekik akibat kebijakan HET ditengah naiknya harga beras premium. Pasalnya, selama tiga bulan ini Juna terus merugi bahkan hingga Rp 7 juta dalam satu bulan.

Baca juga: Harga Beras Premium Meroket, Hari Ini Dibanderol Rp 15.870 per Kg

Sebab, beras premium yang saat ini harganya sudah melampaui HET itu tetap dijual murah atau sebesar Rp 13.000 sampai Rp 13.500 per liter.

Meski begitu, Juna mengaku tidak bisa menaikkan harga beras premium diatas HET lantaran kerap kali ada operasi pasar.

"Ada yang mantau sering. Kayak operasi gitu sering. Aturan HET itu kan yang kena pedagang kecil, pedagang langsung," kata Juna saat ditemui Tribunnews, di Pasar Kramatjati, Minggu (11/2/2024).

Berita Rekomendasi

Untuk menyiasatinya, Juna pun mengoplos beras premium jenis pandan wangi atau BMW AA3 pulen yang memiliki harga Rp 17.100 per liter dengan beras Bulog yang harganya Rp 15.200 per liter.

Sehingga, beras yang dia jual di tokonya untuk jenis beras BMW AA3 pulen sebesar Rp 15.000. Juna mengaku, oplosan beras itu untuk mengambil keuntungan yang jumlahnya tidak banyak.

"Kayak pandan wangi contohnya, BMW AA3 per liter Rp 17.100 kalo kita jual Rp 15.000 enggak ada untung. Paling Rp 300 perak, kita oplos dengan beras yang harga Rp 15.000 Bulog, kalau kita enggak oplos enggak dapet apa-apa," jelas dia.

Sejalan dengan hal tersebut, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) meminta Pemerintah merelaksasi kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) sejumlah bahan pokok untuk sementara waktu.

Baca juga: Cegah Kelangkaan dan Kenaikan Harga Bahan Pokok, Peritel Minta Relaksasi HET Beras

Bahan pokok yang dimaksud di antaranya beras, gula, minyak goreng, dan beberapa komoditas lainnya yang berpotensi mengalami kenaikan harga di Februari ini.

Ketua Umum Aprindo Roy Mandey meminta adanyan relaksasi HET hingga periode tertentu, selama kebijakannya masih dikaji dan belum adanya keputusan untuk melakukan perubahan HET & Harga Acuan melalui Rakortas.

Menurut dia, relaksasi HET ini bisa mencegah kekosongan atau kelangkaan atas bahan pokok di gerai-gerai ritel modern di Indonesia.

Dia bilang, bila kelangkaan terjadi, maka akan bermuara kepada konsumen melakukan "panic buying".

"Mereka akan berlomba membeli, bahkan menyimpan bahan pokok karena khawatir barang akan habis dan situasi harga yang tidak stabil," ujar Roy dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (10/2/2024).

Roy menyebut, relaksasi HET dan aturan mainnya ini dimaksud agar peritel dapat membeli bahan pokok dari para produsen yang sudah menaikan harga beli bahan pokok di atas HET selama sepekan terakhir ini sebesar 20-35 persen dari harga sebelumnya.

Peritel, kata Roy, tidak dapat mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan produsen bahan pokok tersebut karena harga ditetapkan oleh produsen yang berada di sektor hulu.

Pengusaha ritel tak punya andil menentukan harga yang ditetapkan produsen karena mereka berada di sektor hilir.

Roy kemudian mencontohkan saat ini peritel mulai kesulitan mendapatkan stok beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kilogram.

"Keterbatasan supply beras tersebut disebabkan saat ini belum masa panen yang diperkirakan akan terjadi pada pertengahan bulan Maret 2024," kata Roy.

Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara supply dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras di pasar ritel modern (toko swalayan).

Roy juga harus menelan fakta bahwa saat ini peritel tidak ada pilihan selain membeli beras dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal.

"Bagaimana mungkin kami menjualnya dengan (harga sesuai) HET? Siapa yang akan menanggung kerugiannya?" pungkas Roy.

"Siapa yang akan bertanggung jawab bila terjadi kekosongan dan kelangkaan bahan pokok dan penting tersebut di gerai ritel modern? Karena kami tidak mungkin membeli mahal dan menjual rugi,” lanjutnya.

Roy pun meminta jaminan dari Pemerintah serta pihak berwenang, yakni Satgas Pangan & PPNS, untuk merelaksasi pula aturan main HET yang ditetapkan dan berjalan selama ini.

Hal itu agar peritel dapat terus menyediakan kebutuhan pokok dan penting bagi masyarakat, guna menghindari kekosongan dan kelangkaan bahan pokok di gerai ritel modern.

Roy menyarankan kementerian dan lembaga terkait bisa memprioritaskan koordinasi & komunikasi denga para pelaku usaha dari sektor hulu hingga hilir.

Ia juga meminta dihadirkan segera kebijakan yang sifatnya bukan hanya normatif atau retorika. Namun, kebijakan yang berorientasi urgensi dan empati dengan mengedepankan solusi adaptif, relevan, serta win-win solution.

"Maka permasalahan anomali harga bahan pokok & penting semestinya dapat terkelola dan terkendali dengan baik,” tutur Roy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas