Aturan Soal Pajak Hiburan Digugat ke MK, GIPI Imbau Para Pengusaha Pakai Tarif Lama
Gabungan Industri Pariwisata Indonesia atau GIPI, mengajukan uji materiil aturan pajak hiburan 40-75 persen ke ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia atau GIPI, mengajukan uji materiil aturan pajak hiburan 40-75 persen ke ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sejalan dengan hal tersebut, GIPI mengimbau para pelaku usaha sektor hiburan (khususnya diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) untuk tetap membayar pajak menggunakan tarif lama.
Pernyataan tersebut diungkapkan dalam surat edaran GIPI yang ditandatangani Ketua Umum GIPI, Hariyadi Sukamdani.
Baca juga: Pengusaha Industri Pariwisata Resmi Gugat Pajak Hiburan ke Mahkamah Konstitusi
"Dengan mulai berjalannya proses hukum di Mahkamah Konstitusi, maka DPP GIPI menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan Uji Materi di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan membayar pajak hiburan dengan tarif lama," ungkap Surat Edaran GIPI, dikutip Selasa (13/2/2024).
"Hal ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen," sambungnya.
Diketahui, DPP GIPI telah mendaftarkan ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 7 Februari 2024 dengan nomor Tanda Terima Pengajuan Permohonan Online dengan nomor 23/PAN.ONLINE/2024 untuk Pengujian Materil atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 58 Ayat (2) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu atau PBJT, atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.
Adapun harapan DPP GIPI dalam Pengujian Materil ini bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
Sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara 0 hingga 10 persen.
Baca juga: Pengusaha Segera Ajukan Gugatan Pajak Hiburan ke Mahkamah Konstitusi
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, pihaknya telah melakukan uji materiil atau judicial review Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Harapan DPP GIPI dalam Pengujian Materil ini, Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.
"Kami minta kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan Pasal 58 Ayat 2," kata Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
Dengan dicabutnya Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, Hariyadi mengatakan, tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan.