Presiden-Wapres Terpilih Diharapkan Bisa Buat Regulasi Soal Produk Rokok Elektrik dan Penggunaannya
Garindra menyoroti RPP Kesehatan memuat poin-poin aturan kontroversial terhadap produk rokok elektrik
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita, berharap calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia yang terpilih berdasarkan hasil pemilu 2024 bisa membuat regulasi berdasarkan penelitian dan kajian yang baik.
Garindra berharap peraturan rokok elektrik disusun berdasarkan profil risikonya. Menurutnya produk rokok elektrik dipandang sebagai produk rendah risiko, di beberapa negara produk ini dijadikan solusi bagi para perokok yang ingin beralih.
"Harapan kami, Bapak Prabowo Subianto dan Mas Gibran Rakabuming Raka sebagai calon kuat pemimpin kita berdasarkan hasil hitung cepat, dapat menjadi pemimpin yang mendukung konsep harm reduction bukan hanya dari sisi kendaraan (elektrik)," ujar Garindra, Sabtu(17/2/2024).
Baca juga: Akademisi: Industri Rokok Dibebani Kebijakan Restriktif, Pemimpin Harus Bela Kepentingan Nasional
Menurut Garindra industri rokok elektrik berkembang pesat di dunia. Namun, belakangan pemerintah Indonesia melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan ingin memberikan banyak poin pelarangan produk tembakau, termasuk rokok elektrik.
Garindra menyoroti RPP Kesehatan memuat poin-poin aturan kontroversial terhadap produk rokok elektrik. Ia melihat ada poin dalam RPP Kesehatan yang coba melangkahi aturan lain di Kementerian tertentu.
"Menurut pandangan kami, misalnya untuk kemasan rokok elektrik sudah diatur dengan sangat baik melalui Peraturan Menteri Keuangan yang sudah berjalan," kata Garindra.
Kementerian Kesehatan(Kemenkes) berencana mengesahkan RPP Kesehatan setelah Pemilihan Umum 2024. Bila disahkan, aturan ini akan memberikan dampak yang signifikan pada beberapa industri, salah satunya industri tembakau yang juga telah menerima kenaikan cukai setiap tahunnya.
Selain melakukan banyak pelarangan pada RPP Kesehatan, pemerintah Indonesia juga konstan menaikkan cukai rokok secara signifikan. Kebijakan bernada restriktif seperti ini tidak serta merta akan menurunkan angka perokok menurut Managing Director Politicial Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan.
“Pemerintah berdalih, menaikkan cukai rokok akan mengurangi jumlah perokok. Faktanya, hanya ilusi. Jumlah perokok tidak turun meskipun pemerintahan Joko Widodo menaikkan cukai rokok setiap tahun sejak 2015,” kata Anthony Budiawan.
Baca juga: Detik-detik Pria di Padangsidimpuan Bunuh Ayah Kandung, Pelaku Kesal Tak Diberi Rokok
Di sisi lain, menyoroti RPP Kesehatan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengatakan penerimaan negara akan turun sekitar 0,53 persen jika pasal-pasal kontroversial tembakau di RPP Kesehatan disahkan.
"Dari sisi penerimaan negara, terdapat indikasi penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun,” jelas Tauhid.
Tauhid berharap agar perumusan aturan RPP Kesehatan, terutama yang menyangkut industri tembakau perlu mempertimbangkan banyak hal. Mengingat luas dan besarnya ekosistem tembakau di Indonesia, ia menyarankan agar pasal-pasal tembakau diatur terpisah dalam rancangan peraturan tersendiri. (Willy Widianto)