Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Usai Jepang dan Inggris, Ekonom Ungkap Kemungkinan Amerika Serikat Masuk Jurang Resesi

Paul Donovan mengungkapkan, kontraksi ekonomi yang dialami Jepang terkait dengan menyusutnya populasi.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Usai Jepang dan Inggris, Ekonom Ungkap Kemungkinan Amerika Serikat Masuk Jurang Resesi
Anadolu Agency/Mostafa Bassim
Presiden AS Joe Biden memberikan pidato di Washington DC, Amerika Serikat, pada 19 Januari 2024. Namun data penjualan ritel AS untuk bulan Januari yang dirilis pada hari Kamis jauh lebih rendah dari perkiraan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA - Dua negara raksasa global yakni Jepang dan Inggris kini berada di dalam resesi teknis.

Pada Kamis (17/2/2024), Jepang dan Inggris sama-sama melaporkan produk domestik bruto (PDB) selama kuartal kedua berturut-turut negatif, sesuai dengan definisi resesi yang telah disepakati secara luas.

Lalu, bagaimana nasib Amerika Serikat?

Baca juga: Deutsche Bank PHK 3.500 Karyawan, Sinyal Resesi Kembali Hantui Pasar Global

Kepala Ekonom UBS Global Wealth Management, Paul Donovan mengungkapkan, kontraksi ekonomi yang dialami Jepang terkait dengan menyusutnya populasi.

Pada tahun 2022, populasi negara ini menurun sebanyak 800.000 jiwa, yang menandai kontraksi selama 14 tahun berturut-turut.

Hal ini disebut berdampak membatasi kemampuan negara untuk tumbuh karena hal ini berarti “semakin sedikit orang yang memproduksi dan mengonsumsi lebih sedikit barang,” ucap Donovan seperti dilansir CNN, Sabtu (17/2/2024).

BERITA REKOMENDASI

Namun di Inggris, pertumbuhan populasi dan upah tidak cukup untuk mencegah penurunan belanja konsumen, yang merupakan salah satu pendorong utama perekonomian.

Donovan melanjutkan, hal sebaliknya terjadi di Amerika. Dalam dua kuartal terakhir, perekonomian negara ini mengalami pertumbuhan PDB yang jauh lebih tinggi dari perkiraan, sebagian besar disebabkan oleh kuatnya belanja konsumen.

Perekonomian AS memiliki keunggulan dibandingkan sebagian besar negara maju berkat dana stimulus pandemi sebesar 5 triliun dolar AS, yang terus membantu meningkatkan keuangan rumah tangga.

Keuntungan lainnya adalah berkurangnya ketergantungan pada energi Rusia, sehingga tidak terlalu rentan dibandingkan negara-negara lain terhadap lonjakan harga gas alam setelah invasi besar-besaran ke Ukraina pada Februari 2022.

Baca juga: Perdagangan Nol, Ekonomi Israel Terjerumus ke Dalam Resesi Cuma dalam Dua Pekan

Namun data penjualan ritel AS untuk bulan Januari yang dirilis pada hari Kamis jauh lebih rendah dari perkiraan, menunjukkan bahwa masyarakat Amerika mungkin akan lebih wasapada.


Namun, pasar tenaga kerja masih sangat kuat, sebagaimana dibuktikan dengan tingkat pengangguran di negara ini, yang tetap berada di bawah 4 persen selama 24 bulan berturut-turut.

Menurut Donovan, perekonomian AS bisa berada dalam resesi saat ini tanpa orang Amerika menyadarinya.

Hal ini karena perekonomian secara luas dan resmi tidak dianggap berada dalam resesi sampai kelompok delapan ekonom yang relatif tidak diketahui menyatakan hal tersebut.

"Kelompok tersebut, yang dikenal sebagai Business Cycle Dating Committee menilai permulaan resesi secara surut berdasarkan penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh perekonomian dan berlangsung lebih dari beberapa bulan," papar Donovan.

Tidak ada aturan pasti mengenai hal apa saja yang terlibat, namun hal ini dapat mencakup faktor-faktor seperti lonjakan tingkat pengangguran, penurunan pendapatan, penurunan besar dalam pengeluaran, atau tingkat pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Namun, yang terpenting, PDB pada 2 kuartal berturut-turut yang negatif tidak selalu dianggap sebagai resesi. Amerika Serikat mengalami hal tersebut pada tahun 2022, dan komite NBER tidak mengumumkan resesi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas