Narasi Bansos Sebabkan Harga Beras Naik Tak Benar, Ini Ekonom Dradjad Wibowo
Ekonom Indef Dradjad Wibowo merasa perlu memberikan penjelaskan menyoal narasi harga beras naik karena penyaluran bantuan sosial (bansos).
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Data Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yaitu FAO.
Mereka mempunyai indeks harga beras yg disebut FARPI, atau the FAO All Rice Price Index.
Pada Januari 2024 angka FARPI adalah 142,8. Bulan Januari 2023 angkanya 126,4. Artinya, harga beras dunia secara rerata naik 13 persen selama Januari 2023-Januari 2024. FARPI Januari 2024 itu bahkan tertinggi sejak tahun 2008.
“Selama 2024 harga beras dunia diperkirakan akan naik 6 persen menurut Bank Dunia, bahkan kenaikan ini akan berlanjut hingga awal 2025,” kata Dradjad.
Kenaikan drastis di atas dipicu beberapa faktor.
Pertama, larangan ekspor beras varietas non-basmati oleh India per 21 Juli 2023.
Larangan ini ditambah dengan restriksi ekspor lain yaitu penerapan harga dasar ekspor USD 950/metrik ton (MT) terhadap beras basmati dan 20 persen tarif terhadap ekspor beras setengah matang.
India adalah eksportir beras terbesar dunia, menguasai lebih dari 40 persen pasar. India menyalip Thailand sebagai eksportir terbesar mulai tahun 2011. Restriksi ekspor India membuat 9 juta MT beras menghilang dari pasar global sehingga harga melonjak.
Kedua, terjadi El Nino sehingga produksi beras di berbagai negara anjlok.
S&P memperkirakan produksi India turun dari 135,5 juta MT tahun lalu menjadi 128 juta MT.
Pemerintah Thailand memroyeksikan penurunan produksi 6 persen selama 2023-24.
Dengan demikian wajar jika harga beras di Indonesia juga melonjak.
Untuk mengurangi dampak jeleknya bagi rakyat, pemerintah perlu segera menggelontor pasar dengan cadangan beras Bulog.
Operasi pasar ini bisa mengurangi skala kenaikan harga.