Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Revisi Aturan Soal PLTS Atap, Skema Jual Beli Listrik Dihapuskan

Skema jual beli listrik dari pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, sudah tidak bisa dilakukan oleh pengguna.

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Revisi Aturan Soal PLTS Atap, Skema Jual Beli Listrik Dihapuskan
dok. Bungasari
Ilustrasi PLTS Atap di pabrik tepung terigu 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Skema jual beli listrik dari pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap, sudah tidak bisa dilakukan oleh pengguna.

Aturan ini sejalan dengan terbitnya revisi regulasi terkait PLTS Atap, pada 29 Januari 2024.

Diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah meneken Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (IUPTLU).

Baca juga: Kejar Target 23 Persen di 2025, PLTU Adipala Gunakan Limbah Kayu dan Uang Kertas Sebagai Bahan Bakar

Regulasi tersebut menggantikan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk Kepentingan Umum.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, dengan terbitnya Revisi Permen tersebut, skema jual beli listrik dari pemasangan PLTS Atap, sudah tidak bisa dilakukan oleh pengguna PLTS Atap.

Walau demikian, pemerintah akan memberikan insentif untuk menarik pemasangan PLTS Atap.

Berita Rekomendasi

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 13 dalam Permen, yang berisikan bahwa kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan ke dalam penentuan jumlah tagihan listrik pelanggan PTLS atap.

"Kan tidak ada ekspor-impor (listrik), tapi kita tetap ada insentifnya. Jadi konsumen yang pasang PLTS Atap itu tidak kena charge, kan ada biaya sandar dan sebagainya. Nah di dalam itu tidak ada, itu sebagai insentif," ucap Dadan dalam keterangannya, dikutip Senin (26/2/2024).

Namun, dalam beleid tersebut Pasal 47 tercantum bahwa bagi sistem PLTS Atap yang telah beroperasi dan terhubung ke jaringan pemegang IUPTLU, ekspor impor listrik dinyatakan tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.

Baca juga: Dorong Energi Bersih, Pakar Ingatkan Pemerintah Perjelas Pendanaan PLTA Batang Taru

Selain itu, pelanggan PLTS Atap yang telah mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU namun belum beroperasi sebelum Permen ini berlaku, mekanisme perhitungan ekspor impor listrik dan ketentuan biaya kapasitasnya tetap berlaku selama 10 tahun sejak mendapatkan persetujuan dari pemegang IUPTLU.

Lebih lanjut Dadan menyebutkan dalam Permen terbaru tersebut akan menerapkan sistem kuota, mengingat PT PLN (Persero) harus menjamin kualitas listrik tetap andal untuk disalurkan kepada masyarakat dan industri.

"PLN juga punya keterbatasan dari sisi menerima listrik dari PLTS Atap. Misalnya sekarang mendung, padahal PLN menghitung ini ada listrik plts atap, di satu sisi harus menyediakan listrik yang harus siap salur, di sisi lain tetap harus menyalurkan listrik yang berkualitas," imbuh Dadan.

Sistem kuota tersebut termaktub dalam Pasal 7-11, dimana kuota pengembangan sistem PLTS Atap disusun oleh pemegang IUPTLU dengan mempertimbangkan arah kebijakan energi nasional, rencana dan realisasi rencana usaha penyediaan tenaga listrik, serta keandalan sistem tenaga listrik sesuai dengan ketentuan dalam aturan jaringan sistem tenaga listrik (grid code) pemegang IUPTLU untuk jangka waktu 5 tahun yang dirincikan per tahun.

Kuota pengembangan PLTS Atap tersebut diusulkan ke Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan dengan tembusan Dirjen EBTKE, yang kemudian akan dievaluasi dan akan ditetapkan oleh Dirjen Ketenagalistrikan.

Dengan adanya revisi dalam Permen PLTS Atap tersebut, Dadan tidak menampik bahwa pengembangan PLTS Atap untuk rumah tangga akan kurang menarik. Karena untuk rumah tangga, puncak beban listrik berada pada malam hari, sedangkan produksi listrik dari PLTS Atap terjadi pada siang hari.

"Memang PLTS Atap agak sulit untuk rumah tangga, karena tidak ada ekspor impor listrik dan tidak ada titip (listrik). Kalau dulu kan bisa dititipkan di PLN terus dipake malam, rumah tangga itu kan pakai listriknya malem, padahal matahari kan adanya siang, nah ini kurang match disitu. Kecuali jika menggunakan baterai untuk menyimpan listrik," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas