Saleh Husin Buka-bukaan soal Alasan Eropa Kampanye Negatif Sawit Indonesia
Permasalahannya, negara-negara Eropa merupakan negara empat musim, sehingga hanya empat bulan memproduksi minyak nabati.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia menjadi produsen utama kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dunia pada 2006.
Seiring dengan itu banyak tuduhan atau kampanye negatif yang menyebut bahwa kelapa sawit sebagai penyebab perubahan iklim.
Saleh Husin yang merupakan Menteri Perindustrian 2014-2016 turut merespons kampanye negatif itu.
Ia beberkan alasan Eropa menghembuskan isu tersebut.
"Bagaimana pun kita tahu, Eropa sebagai penghasil minyak nabati dunia," ucapnya dalam wawancara di kantor Tribun Network, Palmerah, Jakarta, Selasa (5/3/2024).
Saleh memaparkan, seperti Amerika, Brasil, Ukraina, Rusia merupakan negara penghasil minyak nabati.
Permasalahannya, negara-negara Eropa merupakan negara empat musim, sehingga hanya empat bulan memproduksi minyak nabati.
"Sedangkan kita di Indonesia dan Malaysia bisa bekerja 12 bulan, sudah pasti costnya lebih murah. Mau sampai kapanpun, mereka akan lebih mahal costnya. Belum lagi tenaga kerja," jelas Saleh
Lebih lanjut, untuk menghasilkan 1 ton minyak nabati dari soybean atau bunga matahari, mereka membutuhkan lahan yang luas meski pun hasilnya sama.
Baca juga: Beroperasi Juni 2024, Menteri ESDM Ungkap Sederet Manfaat Terbangunnya Smelter Freeport di Gresik
Saleh menampik PT Perkebunan Sawit yang sudah beroperasi puluhan tahun di Sumatra itu tidak merusak lingkungan.
"Bahwa ada isu kerusakan lingkungan, ya, namanya juga black campaign. Namanya juga bagaimana cara menjatuhkan harga," ungkap dia.
Sementara, untuk hilirisasi juga pasti berdampak ke lingkungan baik kecil maupun besar.
"Tetapi, saya kira di industri sawit ini hampir semua dipakai, mulai dari tanaman, daun, batang hingga menjadi CPO sekarang bisa untuk pembangkit," tegas dia.