Monitoring Pelayanan Perizinan Berusaha, Terungkap Modus Pelaku Usaha Agar Dapat Izin dengan Mudah
Seluruh perwakilan daerah sepakat untuk mendorong adanya revisi PP 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha berdasarkan Tingkat Risiko Kegiatan Usaha.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satuan Tugas Percepatan Sosialisasi UU Cipta Kerja (Satgas UU Cipta Kerja) menggelar rapat koordinasi perdana di tahun 2024 dengan perwakilan dari 18 pemerintah daerah Indonesia bagian barat, sebanyak 45 peserta hadir secara luring dan 246 peserta hadir secara daring pada 29 Februari di Jakarta. Rapat koordinasi ini mengusung tema Pelayanan Perizinan Berusaha dalam Kewenangan Pemerintah Daerah.
Arif Budimanta, Sekretaris Satgas UU Cipta Kerja mengatakan bahwa tujuan utama dari diselenggarakannya rapat koordinasi ini untuk mendiskusikan masalah-masalah yang terjadi terkait pelayanan perizinan berusaha di berbagai daerah, sekaligus mencari upaya penyelesaian permasalahannya.
“Sehingga nantinya akan dilakukan perbaikan-perbaikan seperti revisi peraturan pemerintah demi mendapatkan regulasi terbaik dan implementasi di masyarakat semakin bagus,” ujar Arif.
Selanjutnya Ketua Pokja Sinergi Substansi Sosialisasi Satgas UU Cipta Kerja, Tina Talisa, menjabarkan capaian Indonesia dalam meningkatkan tren investasi semenjak diterbitkannya UU Cipta Kerja.
Baca juga: Dukung Kemudahaan Izin Berusaha oleh Pemerintah, Perusahaan Ini Kenalkan Konsep Satu Pintu
“Tahun 2023 kita melampaui target investasi yakni 1.418 Triliun, dan di tahun 2024 target investasi meningkat sebesar 1600 Triliun. Kita optimis mencapai target tersebut,” kata Tina.
Tina menambahkan bahwa pencapaian tingkat investasi ini berkat andil pemerintah daerah bersama dengan para pelaku usaha, baik usaha mikro kecil, menengah, maupun usaha besar, yang telah menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini juga didorong dari kebijakan pemerintah dalam menerbitkan perizinan yang semakin mudah.
“Dulu sebelum adanya UU Cipta Kerja, penerbitan NIB ini per hari hanya lima ribu, sekarang di tahun 2023-2024 penerbitan NIB mencapai sebelas ribu per hari. Ini sesuatu yang harus kita apresiasi,” ungkap Tina.
Selanjutnya yang penting untuk digaris bawahi, lanjut Tina, bahwa sistem OSS (Online Single Submission) berbasis risiko ini merupakan bentuk integrasi seluruh perizinan di Indonesia.
"Namun pada implementasi di lapangan masih banyak masalah yang ditemukan dan ada tumpang tindih peraturan. Kami harapkan dalam sesi diskusi, setiap perwakilan pemerintah daerah dapat menjelaskan berbagai permasalahan yang ditemui dilapangan," ujar Tina.
Perwakilan Dinas Perkerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Banten, Rohili, menyampaikan bahwa secara kebijakan sudah sangat baik, akan tetapi masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam masalah teknis.
“Seperti sistem UI/UX dari website OSS RBA itu sendiri, terkadang masih suka error dan tampilannya membingungkan kami sebagai user,” kata Rohili.
Selanjutnya permasalahan terkait sistem verifikasi yang terlalu ‘mudah’. Hal ini disampaikan oleh perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Provinsi D.I. Yogyakarta, Nuri, yang menyampaikan bahwa dalam sektor pariwisata masih banyak modus yang tidak sesuai dengan peraturan.
“Misalnya izin untuk usaha karaoke, ketika di cek ke lapangan, usaha tersebut ternyata berdampingan dengan sekolah atau tempat ibadah, ini secara izin sudah muncul tetapi pas di lapangan tidak sesuai, hal seperti ini yang membingungkan kami di daerah,” ujar Nuri.
Lebih lanjut, perwakilan dari Dinas PUPR Provinsi Jambi, Dian, menyarankan bahwa permasalahan pengawasan dalam verifikasi perizinan ini menjadi poin utama yang harus segera diselesaikan, karena setiap daerah mengalami hal yang serupa.
Hal ini diperkuat dengan argumentasi dari Arief, perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Timur yang menjelaskan bahwa banyak sekali modus dari pelaku usaha agar mendapatkan izin dengan mudah.
“Salah satu kasus yang terjadi di daerah kami, ada pelaku usaha yang mengaku sebagai usaha mikro kecil, tetapi dia menguasai ¾ wilayah pertambangan. Hal ini kan jadi kontradiktif dalam jenis usahanya,” ujar Arief.
Seluruh perwakilan daerah bersepakat untuk mendorong adanya revisi PP 5 Tahun 2021 tentang Perizinan Berusaha berdasarkan Tingkat Risiko Kegiatan Usaha.
“Koordinasi antara pusat dan daerah pun seharusnya tidak berhenti sampai di sini. Kami harap akan ada tindak lanjut atau pertemuan selanjutnya untuk membahas perbaikan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat," tutur Yossy, perwakilan Dinas Penanaman Modal dan Pelayan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Selatan.
Pada sesi penutup, Tina Talisa menyatakan bahwa ada tiga hal yang akan diperbaiki oleh pemerintah pusat, yaitu regulasi, sistem serta tata kelola.
“Ke depannya akan ada sinkronisasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sehingga tidak ada komunikasi yang terputus dan secara sistem dapat terintegrasi dengan lebih baik,” tutur Tina.