Pengamat Energi: Industri Kilang Migas Memiliki Peran Penting Terhadap Perekonomian Indonesia
Keberadaan kilang migas telah menjadi katalis pertumbuhan ekonomi karena pemerintah dapat memberlakukan kebijakan harga BBM bersubsidi.
Penulis: Sanusi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, lembaga riset ekonomi energi, Komaidi Notonegoro mengatakan keberadaan industri kilang migas telah memberikan manfaat ekonomi dan menjadi motor penggerak utama sejak awal pelaksanaan pembangunan di Indonesia.
Komaidi mengatakan, keberadaan kilang migas telah menjadi katalis pertumbuhan ekonomi karena pemerintah dapat memberlakukan kebijakan harga BBM bersubsidi.
"Sampai saat ini, industri kilang migas masih memiliki peran penting terhadap perekonomian Indonesia," ujarnya, Rabu (13/3/2024).
Berdasarkan data Reforminer, industri kilang migas memiliki keterkaitan dengan sekitar 93 sektor ekonomi pendukung sebagai pemasok input dan dengan 183 sektor ekonomi pengguna yang menggunakan hasil produksi dari industri kilang.
Baca juga: Kejar Target 1 Juta BOPD di 2030, SKK Migas Sumbagsel Ungkap Tantangan Berat di Lapangan
Peran penting industri kilang juga terlihat dari alokasi hasil produksi. Sekitar 67,25 persen output industri kilang dialokasikan sebagai input atau bahan baku untuk sekitar 183 sektor ekonomi penggunanya. Sementara sekitar 32,75 persen output industri kilang dialokasikan untuk memenuhi permintaan akhir atau konsumsi yang tidak terkait dengan proses produksi.
Komaidi memaparkan bahwa dari analisis model input-output (IO), industri kilang memiliki total nilai multiplier effect ekonomi dari keterkaitan dengan sektor pendukung dan penggunanya sebesar 9,16.
"Artinya, jika terdapat tambahan investasi sebesar Rp1 triliun pada industri kilang, total manfaat ekonomi yang berpotensi dapat tercipta dalam seluruh struktur perekonomian Indonesia adalah sekitar Rp 9,16 triliun," ujar Komaidi.
Terkait dengan program hilirisasi migas yang akan dilaksanakan pada 2025-2040, ia berpendapat hilirisasi dan prospek bisnis industri kilang migas diproyeksikan masih akan cukup baik dan besar. Hal itu terkait dengan kondisi bahwa saat ini sekitar 70 persen kebutuhan petrokimia dan 32 persen kebutuhan BBM Indonesia, masih harus dipenuhi dari impor.
"Hilirisasi migas diproyeksikan akan menghemat penggunaan devisa impor sekitar 73,30 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 1.134 triliun. Ini berpotensi memberikan dampak positif terhadap kinerja sektor moneter Indonesia dan stabilitas nilai tukar rupiah," katanya.
Menurut Komaidi, hilirisasi migas juga berpotensi memberikan manfaat positif terhadap kinerja keuangan Pertamina dan keuangan negara. Pendapatan segmen kilang dan petrokimia Pertamina pada tahun 2022 dilaporkan sekitar Rp 572 triliun. Kontribusi segmen kilang dan petrokimia Pertamina terhadap penerimaan negara melalui pembayaran pajak pada tahun 2022 mencapai Rp 49,72 triliun.
Mengingat manfaat ekonomi hilirisasi dan keberadaan industri kilang migas yang cukup besar tersebut, ia meminta pemerintah untuk merumuskan dukungan kebijakan yang optimal bagi pengembangan industri kilang di Indonesia.
"Kebijakan pengembangan kilang di negara-negara lain seperti melalui pemberian insentif investasi dan perpajakan, bahkan pemerintah dari sejumlah negara tercatat berperan sebagai pelaksana langsung dalam pembangunan kilang, kiranya dapat dipertimbangkan untuk diadopsi," kata Komaidi.