Menteri Keuangan Sebaiknya Bukan Orang Parpol
Bendahara negara berlatar belakang profesional atau ahli dalam bidang itu memperkecil kemungkinkan konflik kepentingan.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menuturkan Menteri Keuangan di pemerintahan terpilih nanti lebih baik dari teknokrat.
Menurutnya, bendahara negara berlatar belakang profesional atau ahli dalam bidang itu memperkecil kemungkinkan konflik kepentingan.
“Memang idealnya harus dari teknokrat karena bertugas sebagai pengelola keuangan negara. Menteri dari parpol memiliki risiko lebih besar sebab ada konflik kepentingan di belakannya,” kata Ujang kepada Tribun Network, Selasa (12/3/2024).
Baca juga: Tolak Usulan Ben Gvir Batasi Akses Jemaah ke Masjid Al-Aqsa, Kabinet Israel: Ini Picu Ketegangan
Ujang menilai sudah bukan rahasia umum lagi seorang kader partai yang diberi mandat sebagai menteri strategis kemudian justru menjadi sumber pencarian uang.
Berkaca dari yang sudah, menteri dari kader partai biasanya diminta sumbangan oleh parpol.
Sehingga disitulah kemudian terjadi praktik transaksi yang mengarah kepada korupsi.
“Sudah bukan rahasia lagi menteri dari parpol menjadi mesin ATM dan sumber pencarian dana untuk partai,” ungkap Ujang.
Apabila dipaksakan, imbuh dia, menteri dari partai bisa merepotkan pemerintahan bahkan terjadi kebocoran-kebocoran anggaran hingga adanya potensi korupsi besar-besaran.
Dosen politik dari Universitas Al Azhar Indonesia ini melihat menteri keuangan dari teknokrat, profesional atau ahli harus tetap dipertahankan di pemerintahan terpilih ke depan.
Menteri non-partisan ini cenderung bisa betul-betul bekerja untuk kepentingan presiden, bangsa dan negara, bukan untuk partai politik.
Baca juga: Bantahan Jokowi usai Diisukan Bahas Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran di Sidang Kabinet
Ujang beruturr bukan menganggap kader parpol tidak dapat melaksanakan tugas menjadi Menteri Keuangan tetapi lebih baik menghindari konflik kepentingan tadi.
“Banyak tokoh parpol yang punya kompetensi untuk menjadi bendahara negara tetapi akan memiliki konflik kepentingan yang amat tinggi,” ucap Ujang.
“Sebagai kader parpol dia pasti akan mengutamakan partainya dan itu berbahaya,” tukasnya.
Dirinya menilai komposisi kabinet Prabowo-Gibran yang kemungkinan dilantik 20 Oktober akan lebih baik 50:50.