Berkat Jasa Marga, Produk Kerajinan Tembaga dari Lereng Merapi-Merbabu Tembus Pasar Asia-Eropa
Kisah Tatik Kusrini membangun usahanya di bidang kerajinan tembaga tak lepas dari peran CSV Jasa Marga. Bahkan Jasa Marga membuatnya terus bertahan.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - "Tanpa Jasa Marga, saya tidak akan sampai di titik ini."
Ucapan tersebut keluar dari Tatik Kusrini. Matanya menerawang sembari mengingat apa yang terjadi dalam kehidupannya, 24 tahun yang lalu.
Sementara di luar rumahnya, bunyi pukulan martil bersahut-sahutan, ditingkahi denging gerinda. Suara itu tak hanya datang dari samping rumah Tatik Kusrini, tetapi juga rumah-rumah di sekitarnya. Suara tersebut seakan meramaikan suasana Desa Tumang yang sejak pagi berlangit mendung.
Ya, Desa Tumang merupakan sentra kerajinan tembaga dan kuningan yang berada di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Desa yang berada di lereng Gunung Merapi-Merbabu ini menjadi pusat pengolahan tembaga sejak zaman Mataram.
Oleh karena itu, sebagian besar masyarakat Desa Tumang memiliki keahlian membuat kerajinan dari tembaga secara turun-temurun. Termasuk Tatik Kusrini yang mewarisi darah seni tersebut dari sang ayah, Supri Haryanto. Selepas kepergian sang ayah, Tatik Kusrini melanjutkan usaha kerajinan tembaga yang ditinggalkan.
Pada tahun 2000, Tatik memberanikan diri untuk memiliki brand tersendiri dengan nama Tatik Handicraft. Modal utamanya, kata dia, berasal dari pinjaman yang diberikan oleh Jasa Marga cabang Semarang melalui Program Kemitraan.
Program Kemitraan adalah program dari PT Jasa Marga (Persero) Tbk untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjaman agar menjadi tangguh dan mandiri. Ini merupakan satu di antara bentuk pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) oleh Jasa Marga.
Dikutip dari Laporan Keberlanjutan 2018, Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman berupa pinjaman, pinjaman tambahan, dan beban pembinaan. Tatik pun tertarik memanfaatkan Program Kemitraan Jasa Marga karena bunga pinjaman non-bank itu ringan. Ia lantas mengajukan proposal yang ternyata dinyatakan lengkap dan memenuhi syarat.
"Dari sejak awal mendirikan usaha, saya sudah sangat dibantu oleh Jasa Marga, dikasih modal pinjaman dana sebesar Rp 40 juta, tenor pengembalian tiga tahun," tuturnya, Kamis (29/2/2024).
Modal dan kepercayaan dari Jasa Marga tak lantas membuat ibu tiga anak itu berleha-leha. Dana pinjaman itu dipakai untuk menambah stok barang dan melakukan inovasi di bidang peralatan. Ia berusaha keras mengembangkan usaha rumahannya.
Setelah pinjaman pertama lunas, Tatik kembali mendapat gelontoran dana dari Jasa Marga sebesar Rp 80 juta. Pinjaman tersebut kembali dipakai untuk semakin membesarkan usaha. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pesanan yang berdatangan.
Tak sendirian, Tatik dibantu dengan 5-10 karyawan yang kesemuanya adalah warga sekitar. Saat kebanjiran pesanan, usaha serupa di sekitar Tatik pun ketiban pulung. Sebab, biasanya mereka diminta untuk ikut membantu, tetapi tetap dalam pengawasan kontrol oleh Tatik.
"Jadi dari modal Rp 20 juta ke Rp 80 juta, tidak hanya bermanfaat bagi kelancaran usaha saya, tetapi juga untuk karyawan, termasuk menggerakkan ekonomi di sekitar," ujar dia.
Kemajuan lain yang dicatat Tatik adalah dari yang semula belum memiliki bengkel untuk membuat produk kerajinan tembaga, kini sudah berdiri tempat produksi di samping rumah. Masih berada di halaman rumah, Tatik juga akhirnya memiliki ruangan khusus yang disulap menjadi galeri untuk memajang hasil kerajinan tembaga produksinya.