Bulog Akui Belum Optimal Serap Beras Dalam Negeri: Kita Sangat Andalkan Impor
Perum Bulog mengaku belum optimal dalam melakukan peneyerapan gabah atau beras dari dalam negeri.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perum Bulog mengaku belum optimal dalam melakukan peneyerapan gabah atau beras dari dalam negeri.
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska mulanya mengatakan, guna menjaga ketersediaan pasokan dan menstabilkan harga di tingkat petani, pihaknya harus menyerap atau membeli gabah atau beras di penggilingan.
Akibat panen yang mundur dan produksinya sangat berkurang, di mana pada akhir tahun lalu juga terjadi defisit produksi, Sonya mengaku Bulog belum bisa melakukan penyerapan secara optimal.
Baca juga: Bapanas Larang Pengusaha Naikkan Harga Beras SPHP
"Kita juga belum bisa optimal dalam menyerap gabah atau beras dalam negeri. [Penyerapan] kami baru mencapai 27 ribu ton sampai dengan bulan Maret," kata Sonya dalam acara dialog publik di Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
Maka dari itu, Sonya mengakui bahwa Bulog kini masih sangat mengandalkan beras impor. Sejak 2022 hingga sejauh ini pada 2024, Bulog telah mengimpor hampir 3,9 juta ton beras atau lebih tepatnya sebanyak 3.897.125 ton.
"Jadi kita sangat-sangat mengandalkan dari impor. Mulai dari tahun 2023 kemarin dan dari tahun 2022 sampai 2024 itu total-totalnya kita sudah mengimpor sekitar 3,9 juta ton," ujarnya.
Saat ini, kata Sonya, beras-beras yang disalurkan Bulog di berbagai program untuk menstabilkan harga, utamanya berasal dari beras impor.
Beras impor tersebut berasal dari beberapa negara. Ada dari Thailand, Vietnam, Pakistan, Myanmar, dan Kamboja.
Ia mengatakan, salah satu negara yang jadi pengirim beras ke RI, India, tengah menghentikan sementara ekspor berasnya karena ada masalah politik di dalam negerinya.
Akibat penghentian sementara ekspor beras dari India, Sonya mengatakan harga beras di pasar dunia melonjak cukup tinggi.
"Ketika kita melakukan impor, apalagi Indonesia sebagai pembeli terbesar di pasar dunia, begitu kita masuk ke dalam pasar dunia, itu harga akan panas gitu ya. [Harga] akan segera naik. Jadi kita juga harus berhati-hati dalam melakukan pembelian masuk ke pasar dunia," tutur Sonya.