Ekonom Sebut Kemajuan Industri Tanah Air Tertahan Regulasi, Diputuskan Pusat Tak Dijalankan Daerah
Investasi sektor industri pengolahan nonmigas hanya Rp 186,79 triliun. Angka tersebut meningkat hingga Rp 565,25 triliun pada tahun 2023.
Penulis: Lita Febriani
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri manufaktur di Indonesia terus mengalami pertumbuhan cukup baik selama 10 tahun terakhir.
Pada 2014, investasi sektor industri pengolahan nonmigas hanya Rp 186,79 triliun. Angka tersebut meningkat hingga Rp 565,25 triliun pada tahun 2023.
Artinya, secara kumulatif realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas selama 10 tahun (periode 2014-2023) tembus Rp 3.031,85 triliun.
Peneliti Ekonomi CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet, menyayangkan kemajuan yang terjadi masih mengalami gangguan dari masalah koordinasi antarinstansi pemerintah.
Baca juga: Agus Gumiwang Sebut Peraturan Impor yang Baru untuk Payungi Industri Dalam Negeri
Menurutnya, koordinasi antar instansi pemerintah juga perlu ditingkatkan untuk mendukung pengembangan sektor manufaktur secara holistik.
"Kerap kali peraturan atau regulasi yang sudah diputuskan di level pusat tidak dapat dijalankan di level daerah karena alasan-alasan tertentu dan saya kira ini yang kemudian perlu diperbaiki. Saya kira pemerintah tengah berada dalam posisi memperbaiki, tinggal saat ini bagaimana memastikan proses perbaikan ini berlangsung sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah," tutur Yusuf, Rabu (17/4/2024).
Selain menyoroti koordinasi antarinstansi, CORE juga menilai program hilirisasi industri bisa memberikan nilai tambah, utamanya di sektor industri logam.
Yusuf berharap nilai tambah dari produk yang bisa dihasilkan dari program hilirisasi ini juga akan ikut membantu pertumbuhan sektor industri manufaktur dalam jangka menengah hingga panjang.
"Hilirisasi yang dilakukan oleh pemerintah mencatatkan kinerja realisasi investasi yang signifikan terutama untuk subsektor industri logam dasar, sehingga jika ini terus dijalankan selaras dengan upaya pemerintah dalam mendorong realisasi berbagai produk hasil tambang," terang Yusuf.
Chief Economist PermataBank Joshua Pardede, menyatakan kemajuan sektor industri manufaktur yang ditopang program hilirisasi dipandang memberikan dampak positif dalam mengerem masalah pelebaran current account deficit (CAD) yang dihadapi Indonesia.
Joshua mengatakan beberapa penyebab utama terjadinya pelebaran CAD sudah dapat dikurangi dampaknya oleh pemerintah melalui melalui kebijakan hilirisasi.
"Hilirisasi akan memperpanjang domestic supply chain sehingga meningkatkan value added, hilirisasi akan mendorong kegiatan re-industrialisasi dan hilirisasi juga menurunkan ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas mentah sehingga akan mengurangi risiko CAD dan menstabilkan nilai tukar serta menjaga daya beli importir," ungkap Joshua.
Sebagai gambaran, posisi Indonesia di jajaran manufaktur dunia diperkuat oleh nilai output industri yang terus meningkat pada periode 2020 hingga September 2023.
Pada 2020, nilai output industri tercatat 210,4 miliar dolar AS, kemudian meningkat ke 228,32 miliar dolar AS pada 2021 dan kembali meningkat sebesar 241,87 miliar dolar AS pada 2022.
Sementara hingga September 2023, nilai output sektor industri dalam negeri telah mencapai sekitar 192,54 miliar dolar AS.
Peningkatan investasi dalam industri manufaktur Indonesia memerlukan berbagai langkah-langkah yang terkoordinasi.
Pertama, pemerintah perlu memberikan insentif yang menarik bagi investor seperti, keringanan pajak, subsidi atau kemudahan dalam perizinan berusaha.
Kedua, infrastruktur yang memadai juga menjadi penting untuk mendukung operasi industri manufaktur seperti, jalan, pelabuhan dan listrik.
"Peningkatan investasi dalam infrastruktur menjadi kunci untuk kelancaran sektor ini. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan vokasi juga menjadi prioritas," ucap Yusuf.
Menurutnya, inovasi menjadi kunci utama dalam upaya meningkatkan daya saing manufaktur dalam negeri. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung dengan menyediakan dana penelitian dan pengembangan serta mendorong kerja sama antara industri dan akademisi.
Ketiga, peningkatan efisiensi operasional melalui penerapan teknologi baru dan manajemen rantai pasokan yang lebih baik.
Keempat, ekspansi pasar ke luar negeri yang didukung oleh promosi produk Indonesia di pasar internasional dan perjanjian perdagangan bebas.
"Ini ada hubungannya dengan bagaimana mendorong industri manufaktur di dalam negeri itu terlibat lebih banyak dan lebih besar dalam rantai pasok industri manufaktur global, sehingga nantinya produk-produk yang dihasilkan di dalam negeri bisa juga dijual untuk berbagai negara ketika memang tergabung dalam rantai pasok ini," paparnya.
Kelima, kebijakan pemerintah yang konsisten dan berkelanjutan. "Ini diperlukan untuk memberikan kepastian bagi investor," imbuh Yusuf.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.