Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Maskapai Akan Hadapi 'Kiamat' Penumpang Akibat Ulah Pemerintah Cari Uang Pariwisata di Tiket Pesawat

Iuran pariwisata melalui tiket pesawat jelas akan menambah beban biaya penerbangan, terlebih selama ini biaya tiket pesawat sudah tinggi.

Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Maskapai Akan Hadapi 'Kiamat' Penumpang Akibat Ulah Pemerintah Cari Uang Pariwisata di Tiket Pesawat
Dokumen ANgkasa Pura II
Pemerintah berencana mengenakan iuran pariwisata kepada penumpang pesawat. Iuran akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat. 

Menurut Andreas, publik terus mengeluhkan tiket terlalu tinggi.

Termasuk para pelaku pariwisata bahwa biaya transportasi udara yang mahal menyebabkan lambatnya peningkatan kunjungan wisatawan.

"Kebijakan ini aneh justru mau menarik iuran pariwisata dari harga tiket pesawat. Ini namanya kebijakan mau cari gampang, mengatasnamakan pariwisata, tetapi malah mematikan pariwisata," terang Andreas.

Harga Tiket Jadi Mahal




Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja berpendapat, adanya iuran pariwisata dalam komponen tiket pesawat maka membuat harga tiket menjadi lebih mahal bagi penumpang.

Maskapai juga akan terkena dampak karena jumlah penumpang akan berkurang jika harga tiket dianggap mahal.

"Dengan demikian tidak seharusnya iuran pariwisata yang sedang digagas oleh Kemenparekraf ditambahkan dalam komponen harga tiket pesawat karena akan menjadi beban tambahan bagi penumpang dan maskapai penerbangan," kata Denon.

Menurut Denon, saat ini bisnis penerbangan sedang dalam kondisi rebound setelah terpuruk akibat pandemi Covid -19 pada tahun 2020 sampai dengan 2022 lalu.

BERITA TERKAIT

Selain itu, Denon melihat banyak kendala yang dihadapi maskapai penerbangan Indonesia sehingga proses rebound tidak bisa berlangsung lancar jika dibandingkan dengan maskapai penerbangan internasional.

Denon melihat bahwa permasalahan yang dihadapi maskapai Indonesia di antaranya adalah berkurangnya jumlah ketersediaan pesawat beserta suku cadang (spareparts) dan sumber daya manusia yang siap untuk dioperasikan.

Selain itu juga meningkatnya biaya operasi yang disebabkan oleh naiknya harga bahan bakar avtur dan nilai tukar mata uang Rupiah yang terus melemah terhadap mata uang Dollar AS.

"Padahal sekitar 70 persen biaya operasional penerbangan dipengaruhi oleh Dollar AS, di antaranya terkait harga avtur, biaya sewa pesawat, biaya perawatan dan pengadaan spareparts dan lainnya," ungkap Denon.

Sementara itu, tarif penerbangan sejak tahun 2019 sampai saat ini belum disesuaikan oleh pemerintah padahal komponen biaya tarif penerbangan sudah meningkat.

Misalnya untuk kurs Dollar AS dari tahun 2019 sebesar Rp14.102, dan tahun 2024 menjadi Rp. 16.182, atau meningkat 15 persen. Bahkan, Denon menyebut harga jual minyak juga terus naik, di mana tahun 2024 ini mencapai 87,48 dolar AS per barrel atau meningkat 37 persen dibanding tahun 2019 yaitu 64 dolar per barrel.

"Dengan demikian pengenaan iuran pariwisata pada tiket pesawat akan menjadi kontraproduktif, karena dapat menyebabkan harga tiket naik, jumlah penumpang turun dan kondisi bisnis maskapai penerbangan juga turun sehingga program perluasan konektivitas transportasi udara dari pemerintah menjadi tidak tercapai," tegasnya.

Garuda Indonesia Menolak

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas