Kasus Barang Hibah SLB dan Sepatu Produk Luar Negeri yang Bikin Sri Mulyani Turun Tangan Buka Suara
Layanan Bea Cukai (BC) belakangan jadi sorotan warganet, usai dua kasus viral yaitu barang hibah kiriman Korea untuk SLB di Indonesia t
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Hendra Gunawan
"Saya juga meminta BC untuk bekerjasama dengan para stakeholders terkait agar dalam pelayanan dan penanganan masalah di lapangan dapat berjalan cepat, tepat, efektif sehingga memberikan kepastian kepada masyarakat," terangnya.
Awal mula barang SLB tertahan
Sebelumnya mengutip Kompas, Ramai di media sosial X seorang dengan nama akun @ijalzaid atau Rizalz, mengaku berurusan dengan Bea Cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta) dan belum selesai hingga hari ini.
Padahal permasalahannya itu sudah terjadi sejak 2022 lalu. Rizalz mengaku mengelola Sekolah Luar Biasa (SLB) yang memperoleh bantuan alat pembelajaran tunanetra dari Korea Selatan, namun malah tertahan Bea Cukai ketika masuk Indonesia.
Supaya peralatan belajar tersebut bisa keluar dari bandara, SLB miliknya diwajibkan membayar ratusan juta rupiah. Belum selesai di situ, ia juga diminta membayar biaya penyimpanan gudang yang dihitung per hari.
Pihak sekolah menerima email tentang penetapan nilai barang sebesar Rp 361.039.239. Sekolah juga diminta mengirim sejumlah dokumen di antaranya konfirmasi setuju bayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp 116 juta, lampiran surat kuasa, lampiran NPWP sekolah, dan lampiran bukti bayar pembelian.
"SLB saya juga dapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari,” tulis Rizalz dalam laman X nya yang telah mendapatkan 193 ribu penayangan, dikutip Minggu (28/4/2024).
Selain diminta membayar sejumlah uang, pihak sekolah juga diminta mengirimkan beberapa dokumen yang dibutuhkan di antaranya link pemesanan yang tertera harga, invoice atau bukti pembayaran yang telah divalidasi bank, katalog harga barang, nilai freight, dan dokumen lainnya.
Menurut dia, sekolah sudah mengirimkan dokumen yang dibutuhkan. Namun, karena barang tersebut prototipe yang masih tahap perkembangan dan merupakan barang hibah untuk sekolah, maka tidak ada harga untuk barang tersebut.
Karena keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan, ia pun hingga saat ini memilih membiarkan alat-alat bantu belajar dari Korea Selatan tersebut di gudang Bea Cukai.
"Dari tahun 2022 jadi ga bisa keambil. Ngendep di sana, buat apa gak manfaat juga," beber Rizal.
Pajak pembelian sepatu Rp 31,8 juta
Sebuah utas mengenai pengenaan pajak barang impor ramai diperbincangkan warganet di media sosial X sejak beberapa hari lalu.
Akun @PartaiSocmed mengunggah cerita tersebut dengan menyertakan video dari sosial media dengan akun @radhikaalthaf yang mengalami hal tersebut.
"Selamat siang pak @prastow. Ini kok berulang terus ya kejadian di Bea Cukai? Masa beli sepatu harga 10 jutaan bea masuknya sampai 30 jutaan? Dan jika ada surat penetapan pembayaran bea masuk, cukai, pajak (sppbmcp), kenapa orangnya tidak dikasih tahu rinciannya? lebih sedikit," tulis @PartaiSocmed Senin (22/4/2024) dikutip Tribunnews.com.
Kejadian bermula saat @radhikaalthaf membeli sepasang sepatu dengan harga Rp 10,3 juta dengan ongkos kirim melalui DHL sebesar Rp 1,2 juta, dengan total bayar Rp 11,5 juta.
Akan tetapi, saat sampai di Indonesia pemilik paket harus membayar biaya ke Bea Cukai sebesar Rp 31,8 juta.
Akhirnya @radhikaalthaf mengunggah video menanyakan bea masuk yang harus ia bayar berdasar dari apa, sebab ia menghitung melalui aplikasi Mobile Bea Cukai hanya sebesar Rp 5,8 juta.