Gelar Aksi Hari Buruh di Kawasan Patung Kuda, KSPI Soroti Tenaga Kerja dari China yang Masih Marak
Aksi May Day 2024 dilaksanakan di Jakarta, Bandung, Serang, Surabaya, Semarang, Batam, Makassar, Banjarmasin, Ternate hingga Mimika.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyoroti masih maraknya penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) oleh sejumlah perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Khususnya TKA yang berasal dari China.
Presiden KSPI Said Iqbal mengungkapkan, hal tersebut disebabkan adanya aturan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 berikut semua peraturan turunannya.
"Dengan omnibus kawan-kawan bisa lihat, TKA Cina khususnya merajalela di mana-mana dan di backup oleh petinggi negara," ungkap Said saat mengikuti aksi peringatan hari buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Rabu (1/5/2024).
Baca juga: Hari Buruh, Aliansi Perempuan Minta Pemerintah Jadikan PRT Sebagai Pekerja Formal
"Para Menteri membackup para TKA Cina yang melanggar undang-undang," sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut Said menegaskan, terdapat dua tuntutan utama buruh terhadap pemerintah pada aksi May Day 2024.
Tuntutan tersebut yakni Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah.
Dikatakan Iqbal aksi May Day 2024 dilaksanakan di Jakarta, Bandung, Serang, Surabaya, Semarang, Batam, Makassar, Banjarmasin, Ternate hingga Mimika
Sementara itu buruh yang melakukan aksi mencapai 200.000 tersebar di seluruh Indonesia.
"Ada dua tuntutan utama yang diserukan oleh peserta May Day 2024 di seluruh Indonesia, yaitu: Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan HOSTUM; Hapus OutSourcing Tolak Upah Murah," kata Said Iqbal.
Said Iqbal menerangkan setidaknya ada sembilan alasan mengapa buruh menolak aturan tersebut. Dikatakannya karena upah minimum yang kembali pada konsep upah murah.
Kemudian faktor outsourcing seumur hidup, karena tidak ada batasan jenis pekerjaan yang boleh di-outsourcing. Adapun pembatasannya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
"Itu artinya, negara memposisikan diri sebagai agen outsourcing," pungkas Said Iqbal.