Kawasan Tambak BINS Karawang Bisa Produksi 7 Ribu Ton Ikan Nila Per Tahun Senilai Rp196 Miliar
Presiden Jokowi meresmikan modeling kawasan tambak budidaya ikan nila salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/5/2024).
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo bersama Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP) Sakti Wahyu Trenggono telah meresmikan modeling kawasan tambak budidaya ikan nila salin (BINS) di Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/5/2024).
Menteri Trenggono mengungkapkan, modeling tambak modern ini siap menjadi lokomotif industrialisasi nila salin di Indonesia.
Pembangunan modeling sebagai langkah tepat untuk menjawab tingginya permintaan ikan nila di pasar domestik maupun global. Operasional modeling juga menyerap banyak tenaga kerja.
Total produksinya mencapai 7.020 ton per tahun atau senilai Rp196,5 miliar dengan asumsi harga jual nila salin Rp28 ribu per kilogram.
Jumlah tersebut, kata Menteri Trenggono, masih akan terus ditingkatkan hingga mencapai 10.000 ton per tahun.
Hasil produksi nila salin BINS ditujukan untuk mendukung industrilaisasi ikan nila di Indonesia. Hasil panen akan diolah lebih lanjut menjadi produk olahan ikan fillet dengan tujuan ekspor.
"Kami targetkan ke depan ini produksinya 1 tahun 10 ribu ton, dengan berat per ekor tidak kurang dari 1 kilogram, supaya bisa difillet. Dan tentunya ada industri, makanya tadi kami hadirkan juga pelaku industri," ucap Menteri Trenggono dalam keterangannya, dikutip Kamis (9/7/2024).
Jika produktivitas BINS berjalan optimal, pemerintah siap merevitalisasi tambak-tambak udang idle di wilayah Pantura untuk pengembangan budidaya nila salin. Tambak-tambak udang idle menurut data luasnya mencapai 78 ribu hektare.
Baca juga: Nilai Ekspor Ikan Hias Air Tawar Naik, Menteri KKP Ingin Arwana Dikenal Sebagai Ciri Khas Indonesia
Adapun, modeling kawasan tambak budidaya ikan nila salin dibangun KKP di lahan seluas 80 hektare yang berada di area Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang.
Menteri Trenggono menjelaskan, ikan nila memiliki nilai ekonomi tinggi di pasar domestik maupun global.
Data Future Market Insight (2024) memproyeksikan nilai pasar ikan nila dunia pada tahun 2024 sebesar 14,46 miliar dolar AS.
Nilai tersebut diproyeksikan meningkat sebesar 59 persen pada tahun 2034 menjadi 23,02 miliar dolar AS dengan tingkat pertumbuhan pertahun (CAGR) 4,8 persen.
Baca juga: Ekspor Ikan Konsumsi Diproyeksikan Tembus 44 Juta Ton di 2030, Saatnya Pengusaha Maksimalkan Peluang
Dari sisi teknis produksi, Menteri Trenggono menjelaskan, budidaya nila salin di BINS mengedepankan penggunaan teknologi modern diantaranya berupa mesin pakan otomatis, sistem kincir, dan alat pengukur kualitas air berbasis IOT dan tenaga surya.
Selain itu, tambak sudah dilengkapi instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) sehingga ramah lingkungan. Nilai investasi yang digelontorkan KKP membangun BINS sebesar Rp46,6 miliar.
BINS diakuinya menjadi terobosan budidaya ikan nila di darat. Kebanyakan praktik budi daya ikan nila di Indonesia dilakukan di keramba jaring apung (KJA) yang secara ekologi tidak ramah lingkungan dan merusak ekosistem di danau serta menyebabkan pencemaran lingkungan.
Hadirnya BINS juga bisa menjadi solusi bagi tambak-tambak udang yang sudah tidak beroperasi optimal (idle). Untuk itu KKP merencanakan revitalisasi terhadap 78 ribu hektar tambak udang idle di Pantura Jawa, untuk pengembangan budidaya nila salin.
Sebab dari sisi produktivitas, budidaya nila salin jauh lebih produktif dengan hasil produksi 87,75 ton per hektare per tahun, dibanding tambak udang tradisional 0,6 ton per hektare per tahun.
"Ikan nila salin memiliki keunggulan antara lain lebih kuat terhadap kondisi lingkungan di Pantai Utara Jawa, dibandingkan dengan udang, teknologinya mudah diterapkan oleh masyarakat, serta pasar yang selalu tersedia baik di domestik maupun global," pungkas Menteri Trenggono.