Penyumbang Devisa, Pengembangan Industri Obat Bahan Alam Perlu Ditingkatkan
Nilai ekspor untuk produk industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mencapai 543,7 juta dolar AS.
Penulis: Sanusi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, industri kimia, farmasi dan obat tradisional terbukti menjadi salah satu sektor penyumbang devisa yang signifikan.
Pada tahun 2023, nilai ekspor untuk produk industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mencapai peningkatan sebesar 8,78 persen dibanding tahun 2022 pada triwulan IV, dengan nilai ekspor sebesar 543,7 juta dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan data Bank Indonesia (BI), volume industri dalam Prompt Manufacturing Index-BI (PMI-BI) pada industri kimia, farmasi dan obat tradisional menunjukan nilai optimis pada threshold di atas 50 persen dengan nilai PMI BI di triwulan IV tahun 2023 di angka 52,50 atau berada pada fase ekspansi.
Baca juga: Kuatkan Ketahanan Obat, BPOM Dorong Pengembangan Industri Obat Herbal dan Fitofarmaka
“Untuk pasar obat bahan alam dunia pada tahun 2023 mencapai 200,95 miliar dolar AS, dan diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karenanya, pengembangan industri obat bahan alam perlu terus ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar global,” ungkap Agus beberapa waktu lalu.
Terlebih lagi, peluang tersebut didukung dengan penggunaan obat bahan alam, khususnya jamu yang telah menjadi suatu budaya di Indonesia. Pada 6 Desember 2023, jamu telah resmi masuk dalam Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia ke-13 yang masuk ke dalam daftar UNESCO.
Saat ini, terdapat beberapa komponen perusahaan industri obat bahan alam di Indonesia, yaitu Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA), dan Industri Obat Tradisional (IOT), yang telah menghasilkan 17.000 obat bahan alam golongan jamu, 79 jenis obat herbal terstandar dan 22 jenis fitofarmaka.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin Andi Rizaldi mengatakan, fitofarmaka memiliki potensi besar di Indonesia dan mampu menekan impor.
"Obat herbal yang diproduksi di Tanah Air memiliki kualitas yang baik dan mampu bersaing di pasar internasional, sehingga diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk membantu mengangkat pelaku usaha obat berbahan baku alam supaya bisa naik kelas," ujar Andi dalam keterangannya, Rabu (22/5).
Pada Februari 2024, Kemenperin membangun fasilitas produksi obat bahan alami atau disebut sebagai House of Wellness. Tujuannya agar industri farmasi di Indonesia dapat mencapai proses pembuatan obat berbahan alam yang memiliki bahan baku berstandar, serta menjadi penunjang pengusaha mikro seperti jamu agar bisa naik kelas.
Salah satu pemain fitofarmaka, Dexa Medica menyebut peluang dan potensi pengembangan fitofarmaka cukup signifikan.
Director Research and Business Development Dexa Group Prof. Raymond Tjandrawinata Dexa Medica V Hery Sutanto mencontohkan, Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berkhasiat sebagai imunomodulator dari Dexa Medica, yaitu Stimuno tak hanya dipasarkan di Indonesia.
"Produk kami telah diekspor ke beberapa negara di Asia dan Afrika seperti Filipina, Kamboja, dan Nigeria," ujarnya.
Hery menambahkan untuk meningkatkan respons pasar secara menyeluruh, Stimuno juga telah dilengkapi dengan sertifikasi halal, salah satu produk Dexa Medica dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri yang tinggi hingga 90 persen, dan tersedia di e-katalog LKPP, dan telah terdaftar dalam Formularium Fitofarmaka.
Stimuno juga kembali menerima penghargaan Top Brand For Kids Awards di tahun 2024. Penghargaan ini merupakan ke-14 kalinya yang diterima Stimuno secara berturut-turut sejak tahun 2010.
Top Brand for Kids merupakan bagian dari Top Brand Award yang khusus ditargetkan untuk produk anak-anak. Survei untuk Top Brand for Kids sendiri dilakukan di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Medan, serta melibatkan 2.500 responden.