Pengamat Transportasi: Soal Biaya Logistik, Komponen Transportasi Hanya Bagian Kecil
Biaya transportasi tidak bisa dipukul rata, masih terbagi lagi dengan moda transportasi yang digunakan darat, laut, kereta api, dan pesawat terbang.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM—Menyikapi pernyataan distribusi produk dan harga produk industri yang meningkat karena biaya transportasi, Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan biaya transportasi hanya salah satu bagian dari biaya logistik.
"Karena dalam biaya logistik, biaya transportasi itu hanya mengambil porsi yang relatif kecil dibanding dengan komponen biaya inventory, biaya packaging, perizinan, bunga bank, pajak, jaminan risiko, hingga demurrage akibat keterlambatan dipelabuhan. biaya biaya diatas jauh lebih besar dibandingkan biaya transportasi logitik, sehingga tidak bisa dikatakan biaya logistik adalah hanya diakibatkan oleh biaya transport," kata Bambang, Rabu (22/5/2024).
Dan, ia juga menjelaskan bahwa biaya transportasi pun tidak bisa dipukul rata, masih terbagi lagi dengan moda transportasi yang digunakan darat, laut, kereta api, dan pesawat terbang.
Baca juga: Luncurkan Nusantara Logistik Pos Indonesia, Jokowi Berharap Biaya Logistik di IKN Lebih Terjangkau
Sebagai contoh perbandingan transportasi antara darat dan laut dalam biaya transport maka transportasi laut jauh lebih murah. Karena biayanya hanya 27 persen dari total biaya transportasi logistik, dimana 73 persen itu transportasi darat baik sisi Hinterland maupun Foreland," paparnya.
Bambang mencontohkan, ongkos transportasi laut dari Jakarta ke Singapura, 427 USD (setara 6.9 juta Rupiah) per kontainer ukuran 40 feet. Jarak tempuhnya 1.300 kilometer. Artinya, hanya Rp 4.800 per kilometer. Dibandingkan, harga transportasi darat dari Jakarta ke Karawang yang jaraknya hanya 76 km, harganya antara 2 hingga 3 juta Rupiah atau hingga Rp40 ribu Rupiah per kilometer. Jadi per kilometernya transportasi darat harganya hampir 10 kali lipat dari transportasi laut.
"Perhitungan biaya di transportasi laut masih dipengaruhi oleh membengkaknya biaya akibat barang yang belum bisa keluar dari pelabuhan karena perizinan belum selesai. Dan ini harusnya bukan menjadi bagian dari perjalanan transportasi laut. Bahkan banyak juga barang barang mereka harus berada di pelabuhan dalam jangka waktu yang lama. Ini sudah pasti menjadi biaya tambahan yang tidak kecil di logistik, apalagi bila barang tersebut menjadi rusak akibat penyimpanan yang terlalu lama," paparnya lagi.
BHS menyatakan paham bahwa pihak Bea Cukai yang mempunyai fungsi sebagai penegaan hukum ( polisi nya kemendag dan kemenperi ) yang menahan kontainer tidak berizin ini memiliki alasan yang kuat. Hal ini dikarenakan memang telah menjalankan tugasnya sesuai dengan turunan aturan dan dasar undang undangnya yang dikeluarkan kementerian perdagangan dan kementerian perindustrian, Bahkan ia menyatakan apresiasinya akan kepatuhan Bea Cukai dalam menegakkan aturan tersebut.
"Karena ada beberapa pengirim yang terkadang belum selesai perizinannya dengan Kemendag maupun Kementeri rupanya sudah diberangkatkan barangnya. Dengan harapan bisa diselesaikan saat di pelabuhan. Padahal tidak bisa seperti itu. Seharusnya semua surat ijin sudah beres dulu, baru barang diberangkatkan," kata politisi Gerindra ini.
Namun ia juga berharap pemerintah tetap melakukan perbaikan tata kelola perizinan, dimana saat ini sistem in-linenya kurang sempurna, antara Kemenperi, Kemendag, dan Bea Cukai.
"Seharusnya ada sinkronisasi dari stakeholder tersebut hingga pengirim agar tidak mengirim barang tanpa ijin, sehingga bisa memangkas waktu tunggu di pelabuhan dan juga menghindari penumpukan kontainer. Karena jika terjadi penumpukan, maka akan menghambat logistik yang sudah lengkap perizinannya untuk masuk ke pelabuhan. Pada akhirnya pemilik logistik lainnya dan pelindo sebagai pelabuhan yang dirugikan," ujarnya.
BHS menegaskan untuk mengurangi cost dari logistik dan mempercepat keluarnya logistik dari pelabuhan, yang ada istilahnya dwelling time harus dilakukan beberapa langkah perbaikan.
"Di mulai dari sistem perizinan masuk yang in-line, dengan kepatuhan para pengusaha pengirim pada aturan yang berlaku, juga pelabuhan yang dekat dan terintregasi dengan area industri dan perdagangan, serta konektivitas yang baik antara infrastruktur laut dengan infrastruktur darat guna mendukung kelancaran dan percepatan perjalanan transportasi logisik tersebut sampai ke tujuan." pungkasnya.