Jokowi Tetap Melaju Tak Dengarkan Suara Pekerja dan Pengusaha, Gaji Makin Tipis Dipotong Tapera
Pekerja diwajibkan untuk membayarkan iuran perumahan rakyat dengan besaran 2,5% dari upah dan 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gaji pekerja yang diterima akan semakin sedikit setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui adanya pemotongan tabungan perumahan rakyat (Tapera) dalam gaji.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 21/2024 tentang perubahan atas PP No. 25/2020 tentang Penyelengaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 20 Mei 2024.
Kebijakan ini mewajibkan pekerja untuk membayarkan iuran perumahan rakyat dengan besaran 2,5 persen dari upah dan 0,5% dibayarkan oleh pemberi kerja.
Iuran Tapera akan efektif berlaku paling lambat 7 tahun setelah penetapannya atau pada tahun 2027.
Baca juga: Ramai soal Tapera, Ini Potongan Iuran untuk Gaji UMR di 6 Provinsi Pulau Jawa
Meski banyak penolakan dari pekerja hingga pengusaha, Jokowi tetap melaju tanpa mendengarkan keluhan.
Jokowi mengatakan aturan tersebut dikeluarkan berdasarkan hasil kajian dan kalkulasi.
"Iya semua dihitung lah, biasa, dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga ikut berhitung, mampu atau enggak mampu, berat atau engga berat," kata Jokowi usai menghadiri Inaugurasi pengurus GP Ansor di Istora Senayan, Jakarta, Senin, (27/5/2024).
Menurut Jokowi, hal yang biasa apabila ada pro dan kontra pada setiap kebijakan yang baru diterbitkan pemerintah. Presiden mencontohkan kebijakan mengenai penerapan sistem jaminan kesehatan BPJS.
Pada awal kebijakan tersebut diterapan juga menuai pro dan kontra.
"Seperti dulu BPJS, diluar yang BPI yang gratis 96 juta kan juga rame tapi setelah berjalan saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya," katanya.
Kebijakan kebijakan seperti itu kata Jokowi baru akan dirasakan setelah berjalan. Namun di awal sebelum berjalan maka akan selalu ada pro dan kontra.
"Hal seperti itu yang akan dirasakan setelah berjalan. Kalau belum biasanya pro dan kontra," pungkasnya.
Tambah Beban Pekerja
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyatakan kebijakan tersebut menambah beban pekerja.
Menurut dia, saat ini pekerja sudah banyak dibebankan oleh kesulitan ekonomi dengan naiknya harga bahan-bahan pokok, upah rendah, dan ancaman badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).