Anggota DPR Sebut Temuan BPK Soal IKN Perlihatkan Masih Sepinya Peminat dari Swasta
Hamid menilai pengusaha belum tertarik pada IKN, karena karakteristik investasi IKN adalah investasi infrastruktur publik.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Hamid Noor Yasin menyoroti rilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS) Tahun 2023, yang diantaranya menyebutkan berbagai temuan dalam megaproyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hamid menyoroti temuan BPK bahwa perencanaan pendanaan IKN belum sepenuhnya memadai, antara lain belum dapat terlaksananya sumber pendanaan alternatif selain APBN seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan swasta murni/BUMN/BUMD.
"Sampai hari ini, total APBN yang digelontorkan untuk pembangunan IKN hingga tahun 2024 sudah akan menembus Rp75,4 triliun atau 16,1 persen dari total anggaran IKN sekitar Rp 466 triliun, sedangkan pendanaan melalui KPBU maupun investasi swasta murni terbilang masih rendah," ujar Hamid di Jakarta, Senin (10/6/2024).
Sejak 2023 hingga Januari 2024, imbuhnya, investasi yang masuk ke IKN baru Rp 47,5 triliun, yaitu dari sektor swasta Rp 35,9 triliun dan sisanya dari sektor publik Rp 11,6 triliun, sementara targetnya adalah Rp 100 triliun hingga akhir tahun ini.
Baca juga: Kritikan Luhut ke Bambang Susantono Dibalas Pencetus IKN: Ini Pembangunan Bukan Perang
Hamid menilai pengusaha belum tertarik pada IKN, karena karakteristik investasi IKN adalah investasi infrastruktur publik.
"Tapi publiknya belum ada," ucap Hamid.
Hal lainnya, lanjut dia, investor khususnya dari negara maju punya standardisasi yang tidak menghendaki pembangunan yang ada deforestasi (penebangan hutan) dan dampak sosial yang negatif kepada masyarakat lokal.
"Namun, kenyataannya terlihat dari temuan BPK," kata Hamid.
Persiapan pembangunan infrastruktur IKN, ujar Hamid, disebut BPK belum memadai karena masih terkendala mekanisme pelepasan kawasan hutan, 2.085,62 Ha dari 36.150 Ha tanah atau 5,8 persennya masih dalam penguasaan pihak lain karena belum diterbitkannya hak pengelolaan lahan (HPL), serta belum selesainya proses sertifikasi atas 5 area hasil pengadaan tanah.
"Fraksi PKS memandang bahwa hal ini terjadi karena pemerintah tidak pernah melibatkan komunitas adat yang terdampak sejak awal pembangunan IKN," terang Hamid.
Hamid mendesak pemerintah untuk tidak menggusur paksa masyarakat dan harus melindungi wilayah adat yang dikuasai turun temurun di kawasan IKN. Sedangkan temuan BPK lainnya, pelaksanaan manajemen rantai pasok dan peralatan konstruksi untuk pembangunan infrastruktur IKN Tahap I dianggap belum optimal.
"Di antaranya kurangnya pasokan material dan peralatan konstruksi dan pelabuhan bongkar muat yang belum dipersiapkan secara menyeluruh," tutur Hamid.
Hal ini, kata Hamid, terjadi karena dermaga logistik IKN baru tuntas dibangun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada April 2024 lalu.
"Diharapkan, dermaga logistik tersebut dapat mempercepat pembangunan Jalan Tol Akses IKN, Bandara VVIP serta proyek di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN," kata Hamid.
Hamid melihat hal ini adalah konsep serba tanggung dari IKN untuk berkomitmen tidak merusak lingkungan. Pada satu sisi, IKN tidak melakukan aktivitas penambangan sehingga material konstruksi harus didatangkan dari luar. Namun pada sisi lain, pembangunan IKN menyebabkan deforestasi.
“BPK juga menemukan kurangnya pasokan air untuk pengolahan beton sehingga memperlambat pembangunan IKN. Alasan pasokan air bersih ini juga yang menyebabkan Menteri PUPR sendiri tidak mau pindah ke IKN,” tegas Anggota Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI ini.
Terbaru, Hamid menambahkan, kebutuhan air bersih di IKN akan disuplai dari Bendungan Sepaku Semoi yang memiliki kapasitas 16 juta meter kubik, yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 4 Juni 2024.