Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Pangan Dunia Naik, Rupiah Melemah, Kepala Bapanas: Maksimalkan Produksi Domestik

Data FAO Food Price Index (FFPI) pada Mei 2024 menunjukkan, indeks harga pangan global naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin.

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Harga Pangan Dunia Naik, Rupiah Melemah, Kepala Bapanas: Maksimalkan Produksi Domestik
dok. FAO
Harga pangan di pasar dunia belakangan juga cenderung naik. Data FAO Food Price Index (FFPI) pada Mei 2024 menunjukkan, indeks harga pangan global naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah dan menembus Rp 16.400. Pada saat yang sama, harga pangan di pasar dunia belakangan juga cenderung naik.

Data The FAO Food Price Index (FFPI) pada Mei 2024 menunjukkan, indeks harga pangan global naik 1,1 poin menjadi 120,4 poin.

Pada April 2024, indeks tercatat di 119,3 poin. Sementara itu, di awal 2024, indeks masih berada di 117,7 poin.

FFPI merupakan pengukuran perubahan harga bulanan lingkup internasional untuk sejumlah komoditas pangan. Indeks ini terdiri dari rerata harga 5 komoditas, antara lain sereal, minyak nabati, produk susu, daging, dan gula.

Rupiah yang melemah bersamaan dengan harga pangan global meningkat ini menjadi perhatian Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi.

Arief mendorong adanya peningkatan produksi pangan pokok strategis yang bersumber dari dalam negeri.

Berita Rekomendasi

"Kita harus fokus ke produksi dalam negeri. Ini waktunya kita lakukan peningkatan produksi. Apalagi kurs dolar saat ini sedang tinggi, di atas Rp 16.400 per dolar," kata Arief dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (26/6/2024).

"Kita sangat ingin efek ekonomi dari importasi tidak hanya di negara mitra melulu, tapi kembali lagi ke Indonesia,” lanjutnya.

Baca juga: Cara Pemkot Padang Atas Harga Pangan yang Melambung Tinggi

Menurut dia, Indonesia akan aman jika setiap bulannya bisa tanam lebih dari 1 juta hektar sawah padi, yang mana sama dengan 2,5 juta beras.

Setelah itu, intensifikasi dinilai perlu dilakukan agar mampu meningkatkan jumlah rata-rata produksi per hektar sesuai yang diinginkan.

Tak lupa dengan ekstensifikasi yang tentunya memerlukan infrastruktur teknologi pertanian. "Di pascapanen juga perlu disiapkan. Meningkatkan produksi itu sangat bisa,” ujar Arief.

Baca juga: Update Harga Pangan per 10 Juni: Cabai Rawit Melonjak Tajam Sepekan Jelang Idul Adha 2024

Ia mengatakan, apabila peningkatan produksi dalam negeri berhasil diterapkan, pemerintah bisa memperkuat stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP).

Arief menilai, dalam kondisi apapun, jumlah stok CPP harus senantiasa mampu menopang berbagai program intervensi pemerintah ke pasar dan masyarakat.

"Jadi hari ini Badan Pangan Nasional tentunya menyiapkan CPP, baik dari dalam maupun luar negeri. Ini semua demi CPP," tutur Arief.

Ia menjelaskan, pemerintah melakukan importasi untuk pemenuhan CPP. Arief mengklaim importasi tidak akan berpengaruh buruk ke harga petani dalam negeri.

"Itu karena pemerintah terus pantau dan jaga di semua level rantai pasok kita, baik harga di produsen, pedagang, maupun konsumen,” pungkas Arief.

Bapanas pun telah menugaskan Bulog untuk menyiapkan CPP. Saat ini, khusus beras, perusahaan plat merah itu memiliki stok sekitar 1,8 juta ton.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas