Pemerintah Diminta Tentukan Secara Spesifik Produk Impor China Kena Bea Masuk 200 Persen
Kemendag harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian yang komprehensif, sebab penting dilakukan agar resep yang akan diterapkan efektif.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah disebut perlu menentukan secara spesifik produk impor asal China mana yang akan dikenakan bea masuk impor sebesar 200 persen.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad meyakini bahwa rencana pemerintah menerapkan kebijakan tersebut untuk melindungi industri dalam negeri.
"Tetapi itu harus spesifik yang dikenakan tarif bea masuk pada kode HS berapa. Jadi enggak semuanya, harus spesifik barang-barangnya," katanya kepada Tribunnews, dikutip Rabu (3/7/2024).
Menurut Tauhid, tidak bisa semua komoditas dipukul rata dianggap sebagai penyebab jatohnya industri lokal. Perlu diidentifikasi mana yang paling menyebabkan industri dalam negeri tidak berkembang.
Baca juga: Produk China Kena Bea Masuk 200 Persen, Ekonom Sebut RI Harus Bersiap Terima Balasan dari Xi Jinping
Di saat yang bersamaan, ketika pemerintah menerapkan bea masuk 200 persen tersebut, Tauhid bilang mereka juga perlu melakukan upaya penguatan industri domestik.
"Apakah pembinaan, peningkatan kapasitas, fasilitas teknologi, fasilitas pembiayaan, kredit, macam-macam, sehingga bisa bersaing. Termasuk untuk transformasi digitalnya," ujar Tauhid.
"Kalau tanpa itu, lama kelamaan kalau industri dalam negeri tidak ada substitusinya, lama kelamaan bisa masuk ancamannya dari produk ilegal," lanjutnya.
Ia kembali menekankan bahwa kebijakan anti-dumping harus diberlakukan karena praktik dumping ini telah menyebabkan kerugian pada industri barang sejenis di dalam negeri karena tak bisa berkembang.
"Bea masuk anti-dumping sah saja gitu ya. Artinya ini dikenakan bagi barang-barang yang diduga terdapat praktik dumping, sehingga bea masuk anti-dumping itu diperlukan.
"Bea masuk anti dumping ini bukan pertama kali dilakukan. Ini tentu saja untuk industri dalam negeri, karena itu harus disebutkan spesifik barangnya apa," pungkasnya.
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan, pemerintah akan mengenakan bea masuk hingga 200 persen pada produk impor asal China yang membanjiri pasar Indonesia.
Zulhas mengungkapkan, kebijakan itu akan diterapkan pihaknya dalam menyikapi persoalan perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS).
Sejumlah produk impor itu di antaranya pakaian, baja, tekstil, dan lain sebagainya, karena pasar negara-negara Barat menolak produk China tersebut.
Nantinya kebijakan bea masuk akan dituangkan dalam Peraturan Mendag (Permendag).
DPR Ingatkan Kementerian Perdagangan
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto mengingatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag RI) untuk berhati-hati terkait rencananya menerapkan kebijakan tarif bea masuk bagi barang asal China sebesar 200 persen.
Jika kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi industri tekstil, maka model kebijakannya pun mesti dibuat lebih spesifik alias tidak digeneralisir atau diterapkan kepada seluruh industri lainnya.
"Yang terancam kan industri tekstil, jadi model kebijakannya sebaiknya dikhususkan untuk industri tersebut. Setiap sektor industri kebijakannya atau pendekatannya harusnya beda-beda. Tidak bisa disamain begitu saja karena habitat atau iklim bisnisnya berbeda antara industri satu dengan lainnya," kata Darmadi, Minggu (30/6/2024).
Menurutnya, langkah yang paling relevan yang harus dilakukan Kemendag yaitu mengidentifikasi persoalan disetiap sektor industri dengan dibarengi kajian yang mendalam.
"Kemendag harus mempelajari pasar setiap industri melalui kajian yang komprehensif. Ini penting dilakukan agar resep yang akan diterapkan efektif," tuturnya.
Darmadi memprediksi, potensi membanjirnya barang-barang ilegal sulit dibendung jika kebijakan tersebut diterapkan tanpa dibarengi dengan penegakkan hukum yang memadai.
"Setiap kebijakan yang dikenakan pajak sampai 200 persen, maka pasti akan banyak masuk barang ilegal, industri dalam negeri kita ujungnya akan collapse jika barang ilegal membanjiri industri dalam negeri, kemungkinan adanya efek semacam ini mestinya dipikirkan oleh Kemendag. Pertanyaannya apakah pemerintah siap dengan penegakkan hukumnya jika kebijakan tersebut diterapkan?" ujarnya.