Kredit Macet Dialami LPEI Dinilai Ekonom Akibat Tak Jalankan Tata Kelola Perusahaan yang Baik
Penerapan prinsip GRC sangat krusial bagi pengelolaan BUMN di bawah Kementerian BUMN maupun kementerian lain.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kredit macet yang dialami PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank) dinilai akibat tidak menjalankan tata kelola perusahaan yang baik.
Ekonom Senior Ryan Kiryanto mengatakan, kasus kredit macet LPEI akibat tidak menjalankan prinsip good corporate governance (GCG), risk management atau manajemen risiko, dan compliance atau kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlalu.
Menurutnya, penerapan prinsip GRC sangat krusial bagi pengelolaan BUMN di bawah Kementerian BUMN maupun kementerian lain.
Baca juga: Kredit Macet Pinjol Terbilang Rendah, Bagaimana Cara Perusahaan Fintech Mengelolanya?
"Itu saja resepnya. Kalau (prinsip GRC) dijalankan pasti bagus kinerjanya," ucap Ryan dikutip Kamis (4/7/2024).
Ia pun menjelaskan, LPEI merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbeda dengan BUMN kebanyakan yang diketahui masyarakat.
Ryan mengatakan, LPEI merupakan perusahaan negara yang berada di bawah kendali Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bukan Kementerian BUMN.
"Jangan sampai mentang-mentang BUMN, masyarakat mengira LPEI ini di bawah Kementerian BUMN, padahal bukan," ujarnya.
Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia itu menilai langkah Kementerian BUMN yang fokus dalam transformasi sesuai prinsip-prinsip dasar GRC.
Hal ini kemudian diperkuat dengan core values Akhlak yang wajib diimplementasikan setiap BUMN.
"BUMN yang di bawah Kementerian BUMN ada nilai budaya kerja yang bagus, Akhlak, itu keren, tapi BUMN yang di luar kendali Kementerian BUMN misalnya LPEI ada tidak dia pakai Akhlak karena di luar supervisi Kementerian BUMN," lanjut Ryan.
Ryan mengatakan, capaian positif BUMN di bawah Kementerian BUMN dalam beberapa tahun terakhir juga tak lepas dari pemilihan dewan direksi dan komisaris yang andal.
Ryan mencontohkan betapa selektifnya syarat untuk bisa menjadi direksi di sebuah bank BUMN.
"Pertanyaannya apakah di perusahaan negara di luar Kementerian BUMN itu ada juga tidak proses seleksi seperti ini dikerjakan. Kalau pun dikerjakan itu sesuai dengan rule of the game tidak?" tanya Ryan.
Ryan mengingatkan pengelolaan BUMN bukan perkara mudah, di mana Kementerian BUMN yang sudah melakukan sejumlah terobosan besar melalui transformasi saja masih dihadapkan pada sejumlah persoalan pada beberapa BUMN.
"Yang di bawah supervisi Kementerian BUMN saja tentu tidak semuanya kinerjanya bagus, masih ada beberapa yang punya masalah seperti BUMN farmasi yang ada fraud," kata Ryan.
Diketahui, LPEI membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5 persen atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.