Smelter Nikel Ceria Resmi Menggunakan Energi Terbarukan yang Dipasok PLN
Terobosan PT Ceria Nugraha Indotama ini bisa menginspirasi industri smelter lainnya di Sulawesi untuk menggunakan listrik yang bersumber dari EBT.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, KOLAKA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) Arifin Tasrif bersama Direktur Utama Bank Mandiri (Persero), Tbk, Darmawan Junaidi dan Direktur Retail dan Niaga PT PLN (Persero), Edi Srimulyanti melakukan kunjungan kerja di Lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) smelter nikel ‘Merah Putih’ PT Ceria Nugraha Indotama (Ceria) di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada Selasa 2 Juli 2024.
Selain melihat langsung progress investasi smelter nikel PT Ceria, Menteri ESDM Arifin Tasrif bersama Direktur Utama Bank Mandiri (Persero), Tbk, Darmawan Junaidi dan Direktur Retail dan Niaga PT PLN (Persero), Edi Srimulyanti secara resmi meluncurkan soft energize (pemberian tegangan listrik) ke smelter PT Ceria yang bersumber dari layanan energi baru terbarukan (EBT) PLN.
Peluncuran ini berlangsung di Central Mining Office PT Ceria Nugraha Indotama yang disaksikan langsung oleh CEO Group Ceria, Derian Sakmiwata, Presiden Direktur PT Ceria, Abdul Haris Tatang, Ketua Forum Industri Pertambangan Nikel Indonesia, Alexander Barus dan Kepala Wilayah Kecamatan Wolo, Ilham.
“Kami sangat bangga bisa mendukung kehandalan listrik Proyek Strategis Nasional (PSN) smelter nikel PT Ceria Nugraha Indotama ini. Layanan energi bersih dari PLN ke smelter Ceria ini akan bertahap. Tahap awal, listriknya akan di pasok dari PLTA Bakaru,” kata Edi Sri Mulyanti.
Baca juga: Kunker ke Sultra, Menteri ESDM Resmikan Pusat Peribadatan di PSN Smelter Merah Putih Ceria
Ia berharap, terobosan PT Ceria Nugraha Indotama ini bisa menginspirasi industri smelter lainnya di Sulawesi untuk menggunakan listrik yang bersumber dari energi terbarukan.
Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengapresiasi dan mendukung penuh langkah PT Ceria Nugraha Indotama untuk menggunakan energi terbarukan di seluruh rantai industrinya yang bersumber dari PLN. Sebab, terobosan ini menjawab kebutuhan langkah dekarbonisasi global dan sejalan dengan upaya pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060.
“Climate Change menuntut kita mereduksi semua emisi karbon. PLN sudah menyediakan energi bersih. Selanjutnya untuk pengembangan diharapkan bisa memberikan energi bersih ke pelanggan, termasuk industri. Pemerintah berkewajiban untuk mendukung kebutuhan energi bersih ini,” kata Menteri Arifin.
Menteri Arifin mengatakan, saat ini Pemerintah memang sedang mengembangkan ekosistem untuk kelistrikan yang bersih ke depan.
“Ini adalah salah satu modal bangsa kita. Saat ini yang sedang direncanakan adalah bagaimana kita bisa menyuplai listrik dari energi yang memiliki emisi karbon yang lebih rendah, antara lain kita ingin memanfaatkan gas alam yang saat ini kita temukan potensinya sangat menjanjikan,” jelasnya.
Menurut Menteri Arifin, selama ini smelter-smelter yang di Sulawesi masih menggunakan sumber energi dari Batubara yang diperkirakan mencapai kurang lebih 20 giga watt dan menghasilkan emisi karbon cukup besar.
“Nah ini tentu saja akan menjadi tantangan ya buat industri smelter yang ada disini. Mengapa? Karena sekarang ini dunia menuntut industri menghasilkan green product dengan menggunakan energi bersih. Negara-negara Eropa, sudah mendorong pemakaian energi bersih dan sudah mulai akan menerapkan Cross Border Carbon Mechanism. Beberapa negara eropa bahkan sudah ada yang menerapkan pajak karbon yang cukup tinggi, ya di Skandinavia sudah diatas US$100 per ton. Ini harus kita antisipasi,” imbuhnya.
“Kita bersyukur Ceria Nugraha Indotama satu-satunya yang bisa masuk standar The new Inflation Reduction Act (IRA) dan ini tentu saja harus dipertahankan untuk pengembangan produk-produk selanjutnya. Karena kita melihat bahwa aturan-aturan IRA ini nanti akan mempermudah produk industri itu terserap ke pasar Amerika Serikat (AS). Nah tentu saja kita memang harus mengantisipasi. Bagaimana industri kita bisa berkembang agar cita-cita kita untuk elektrifikasi ini bisa tercapai,” urainya.
Adapun sumber pasokan listrik di industri Ceria Group antara lain; Ceria memiliki Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBTL) dengan PT PLN (Persero) sebesar 414 MVA (352 MW) listrik dari sumber tenaga ramah lingkungan seperti diatur dalam Pembelian Sertifikat Energi Terbarukan (REC). Penggunaan sertifikat REC oleh Ceria akan meningkat secara bertahap mulai dari sekitar 80.000 unit pada tahun 2024 menjadi 2,2 juta unit pada tahun 2030. Setiap 1 unit sertifikat REC mewakili 1 Megawatt-jam (MWh) konsumsi energi listrik.
Untuk menjaga keandalan dan stabilitas listrik industri Ceria Group, PLN juga membangun Pembangkit Listrik Mobile Barge Mounted berkapasitas 2 x 60 MW (BMPP) dilengkapi dengan Terminal LNG dan fasilitas Regasifikasi di lokasi Ceria.
Selain itu, PLN melalui anak perusahaannya PLN Batam, akan segera membangun Pembangkit Listrik Terintegrasi di kawasan Ceria, khususnya Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTMG) berkapasitas 200 MW. Rencana masa depan akan ditambahkan Pembangkit Listrik Tenaga Siklus Gabungan (PLTGU) berkapasitas 200 MW.
Commisioning
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, progress proyek Strategis Nasional (PSN) smelter nikel milik PT. Ceria Nugraha Indotama sangat positif.
"Saya melihat kemajuan fisik proyek smelter dari Ceria, kita harapkan bahwa mechanical completion bisa selesai Oktober dan bisa commissioning di akhir tahun ini," ujarnya, Selasa, 2 Juli 2024.
Adapun proyek smelter yang dimaksud adalah smelter dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), yang pada tahap awal dibangun 1 jalur produksi (1 x 72 MVA) untuk mengolah bijih nikel saprolit, dan ke depannya akan dibangun sebanyak empat lajur produksi (4 X 72 MVA) secara bertahap dengan kapasitas produksi 252.700 ton per tahun.
Arifin menekankan bahwa pemerintah berharap pelaku industri pemurnian mineral harus bisa mengembangkan ekosistem untuk produk akhir elektrifikasi, karena Indonesia memiliki sumber daya mineral yang sangat bernilai.
"Kita harus mengantisipasi, bagaimana industri dalam negeri ini bisa berkembang, cita-cita kita elektrifikasi bisa tercapai, nikel ini tentu saja ada di poros baterai NCM (Nikel Cobalt Mangan), kita punya nikel, kemudian limonet kita juga punya cobalt konten yang signifikan, kemudian juga kita masih punya sumber mangan di Nusa Tenggara Timur, nah inilah yang harus kita integrasikan," imbuh Menteri Arifin.
Sementara itu, CEO Ceria Group Derian Sakmiwata mengungkapkan bahwa smelter RKEF Ceria line 1 akan beroperasi dalam dua hingga tiga bulan ke depan. "Ukuran furnace-nya 72 MVA ini yang nanti akan input raw mineral sebesar 1,4 juta metrik ton per tahun di kadar 1,59," urainya.
Derian menyebut, itu merupakan Langkah awal Ceria, dan RKEF masih memiliki target membangun 4 jalur RKEF yang akan dibangun secara bertahap, dan juga akan membangun smelter dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) dan seluruh aktivitas industri CERIA berpedoman terhadap kaidah Environment, Social and Governance (ESG).
"Saat ini Ceria juga aktif untuk menerapkan IRMA (Initiative for Responsibility Mining Assurance), ini adalah cara Ceria untuk mengupgrade pola operasi untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dan sosial lebih detail lagi untuk mencegah bahaya-bahaya historis yang bisa terjadi lagi dan mencegah bahaya-bahaya yang akan terjadi," tandasnya.
Smelter Pertama dengan Investor Domestik
Proyek fasilitas pemurnian bijih nikel milik Ceria merupakan proyek smelter Indonesia pertama yang didanai oleh perbankan nasional, yakni PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Menteri Arifin mengatakan bahwa ini adalah proyek pendanaan pertama yang dibiayai perbankan nasional, dan pemerintah terus berusaha memfasilitasi lembaga perbankan untuk mendanai proyek-proyek smelter maupun sektor energi lainnya.
“Ini mungkin project financing pertama yang dilakukan, nah ini masih banyak lagi national financial yang memang bisa kita lihat opportunity-nya dan didukung, nanti terutama juga untuk di migas. Karena pemerintah tengah menggenjot infrastruktur energi, selain juga program hilirisasi dalam pemrosesan sumber daya mineral kita," bebernya.
Pemerintah, sambungnya, memiliki visi untuk mendorong dan mempercepat proses hilirisasi. Penyelesaian sejumlah proyek hilirisasi tengah didorong agar dapat selesai pada waktu yang ditentukan, sehingga industri di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang, serta akan meningkatkan nilai tambah dari produk turunan mineral.
"Kita kan ingin produk yang kita hasilkan punya nilai tambah yang tinggi, karena itu kita perlu smelter untuk bisa mendorong pembangunan dan perekeonomian nasional," jelas Arifin.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan bahwa proyek smelter Ceria memang proyek pertama yang dibiayai oleh investor domestik dan Bank Mandiri mendukung proyek ini akan diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan target yang ditentukan.
"Kita melihat kesungguhan dari Ceria untuk menyelesaukan proyek ini, termasuk mengupayakan energi yang dibutuhkan dan sudah dialiri listrik oleh PT. PLN dan Insya Allah akan membuat rencana berjalan dengan lancar," tutupnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia