Grup Merdeka Bidik Kemandirian Energi Lewat Pabrik Pengolahan Nikel
Nikel merupakan salah satu bahan baku penting dalam pembuatan baterai yang diproduksi grup Merdeka melalui PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Tingginya permintaan kendaraan listrik (electric vehicle) menjadi ceruk yang menggiurkan bagi PT Merdeka Copper Gold Tbk (IDX: MDKA) lewat PT Merdeka Battery Materials Tbk (IDX: MBMA) anak usahanya. Pasalnya, seluruh lini bisnis utama grup Merdeka memiliki keterkaitan salah satunya dalam memproduksi bahan-bahan mineral yang dibutuhkan untuk membuat baterai dan komponen kendaraan listrik.
Nikel merupakan salah satu bahan baku penting dalam pembuatan baterai yang diproduksi grup Merdeka melalui PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA). Emiten yang melantai di bursa pada April 2023 ini mengoperasikan tambang hingga fasilitas pemurnian nikel yang terintegrasi dengan pengembangan kawasan industri nikel di Sulawesi.
“Misi kami untuk menciptakan perusahaan baterai yang terintegrasi secara vertikal dengan visi menghasilkan hasil tambang untuk mendukung transformasi energi global. Komitmen kami terhadap keberlanjutan, inovasi, dan kemitraan global memungkinkan kami menyediakan bahan baku baterai berkualitas tinggi dan dapat diandalkan untuk mendukung transisi menuju energi bersih.” ujar Tom Malik, Head of Corporate Communications PT Merdeka Copper Gold, Tbk.
Beroperasi di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, MBMA terus berekspansi menjadi salah satu pemasok utama bahan baku baterai kendaraan listrik melalui empat aset bisnisnya yang saling terintegrasi.
Pertama, tambang nikel Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) yang pada ditargetkan bisa menghasilkan penjualan 4 juta – 5 juta wet metric ton (wmt) bijih saprolit dan 10 juta – 11 juta wmt bijih limonit pada tahun 2024. Pada 2025, produksi dari tambang SCM ditargetkan meningkat seiring dengan mulai beroperasinya pabrik pengolahan HPAL.
Baca juga: Anak Usaha Merdeka Copper Bakal Operasikan Tambang Tembaga Terbesar Ketiga di RI Mulai 2029
Tambang nikel SCM yang terletak di Konawe, Sulawesi Tenggara memiliki area konsesi seluas 21.100 hektare serta memiliki kandungan mineral sekitar 13,8 juta ton nikel (kadar Ni 1,22 persen) dan 1,0 juta ton kobalt (kadar Co 0,08 persen) merupakan salah satu tambang nickel terbesar di Indonesia. Mineral dari tambang ini menjadi pemasok bijih saprolit ke tiga smelter nikel berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) untuk diproses menjadi nickel pig iron (NPI) serta bijih limonit yang merupakan bahan baku pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) untuk mengekstraksi nikel dan kobalt dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) yang merupakan bahan pendahulu untuk baterai kendaraan listrik.
Kedua, proyek AIM (Acid, Iron, Metal) yang dikerjakan MBMA bersama grup Tsingshan dengan membentuk PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI). Pabrik AIM yang berada di dalam kawasan IMIP dirancang untuk mengolah bijih pirit sisa Tambang Tembaga Wetar milik MDKA menjadi asam sulfat, uap jenuh, pelet bijih besi, spons tembaga, hidroksida timbal-seng, emas dore, dan perak. Menjadikannya satu-satunya perusahaan yang mengkonservasi mineral dengan memberikan nilai tambah kepada sisa tambang yang awalnya tidak terpakai.
“Saat ini proyek tersebut sudah mulai commissioning dan akan mensuplai kebutuhan asam sulfat untuk fasilitas HPAL di kawasan IMIP,” jelasnya.
Ketiga, peningkatan grade jalan angkut yang mulai beroperasi pada Agustus 2023, sehingga memungkinkan MBMA memulai pengiriman bijih saprolit ke tiga pabrik RKEF milik MBMA di IMIP untuk menghasilkan NPI
NPI tersebut kemudian dikonversi oleh PT Huaneng Metal Industry (HNMI), pabrik konverter nikel yang telah diakuisisi MBMA pada Mei 2023 sebanyak 60 persen. Pabrik ini nantinya akan mengonversi NPI menjadi nikel matte.
Keempat, MBMA juga sedang mengembanghkan fasilitas HPAL bermitra dengan GEM Co., Ltd dengan kapasitas sebesar 30.000 ton nikel per tahun dalam bentuk MHP. Tahap 1 fasilitas HPAL ini direncanakan akan commissioning di akhir 2024.
Selain memproduksi nikel, kontribusi grup Merdeka dalam mengejar kemandirian kendaraan listrik di dalam negeri juga cukup besar melalui tambang lain yang dikelolanya. Sebut saja Tambang Emas Tujuh Bukit di Banyuwangi serta Tambang Tembaga Wetar di Pulau Wetar, Maluku Barat.
Sebagai informasi, dalam merakit sebuah kendaraan listrik mineral yang dibutuhkan adalah grafit sebanyak 32 persen, disusul tembaga sejumlah 25%, lalu nikel sebesar 20%.
Tembaga dari tambang Wetar dibutuhkan sebagai bahan baku mobil listrik karena sifat konduktivitasnya yang tinggi sehingga memungkinkan transmisi arus yang efisien dan meminimalkan kehilangan energi selama pengisian dan pengosongan.
Baca juga: Terapkan Good Mining Practice, Anak Usaha Merdeka Copper Diganjar Seabrek Penghargaan Pemerintah
Sementara emas hasil produksi tambang Tujuh Bukit dapat digunakan sebagai bahan pelapis pada konektor dan kontak dalam sistem kelistrikan mobil karena konduktivitas dan ketahanannya terhadap korosi.
Selain menghasilkan menghasilkan logam dan mineral yang esensial bagi kemajuan hidup manusia, grup Merdeka percaya bahwa keberlanjutan perusahaan tidak hanya bergantung pada bisnis yang efisien dan menguntungkan, tetapi juga pada kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, pengelolaan lingkungan hidup yang bertanggung jawab, hubungan yang harmonis dengan seluruh pemangku kepentingan, juga kontribusi signifikan kepada kesejahteraan masyarakat.
“Grup Merdeka berupaya untuk melindungi lingkungan dan meminimalisasi dampak dari kegiatan operasional kami melalui praktik manajemen efektif, peningkatan berkelanjutan, dan kepatuhan terhadap peraturan yang relevan. Kami berkomitmen untuk lebih dari mematuhi, seiring dengan upaya kami dalam menciptakan kinerja lingkungan yang unggul dan mendukung ekosistem industri pertambangan dan baterai Indonesia yang berkelanjutan," tutup Tom.