Usai Jokowi Lengser, Prabowo-Gibran Mesti Bayar Bunga Utang 'Warisan' yang Bengkak, Segini Nilainya
Outlook pembayaran bunga utang tahun 2024 akan mencapai Rp 498,95 triliun atau 100,3% dari APBN 2024.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada Oktober 2024.
Setelah keduanya resmi menduduki posisi tertinggi di pemerintahan, maka mesti membayar bunga utang yang membengkak sepeninggalan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Adapun bunga utang yang mesti dibayar pemerintah pada semester II 2024 senilai Rp 258,98 triliun, yang terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 236,36 triliun dan bunga utang luar negeri sebesar Rp 22,67 triliun.
Dengan demikian, outlook pembayaran bunga utang tahun 2024 akan mencapai Rp 498,95 triliun atau 100,3 persen dari APBN 2024.
Baca juga: Said Iqbal: Prabowo Subianto Jangan Bikin Utang Baru, yang Jatuh Tempo Sudah Rp 800 Triliun
Pembayaran bunga utang tersebut terdiri atas pembayaran bunga dalam negeri sebesar Rp 454,36 triliun atau 99,5% dari APBN 2024 dan bunga utang luar negeri sebesar Rp 44,59 triliun atau 110,2% dari APBN 2024.
"Kenaikan ini terutama disebabkan oleh kurs," ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto dikutip dari Kontan, Kamis (11/7/2024).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), hingga Semester I-2024, pemerintah telah membayar bunga utang sebesar Rp 239,96 triliun.
Realisasi pembayaran bunga utang ini setara 48,3% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024.
Suminto menjelaskan, pengendalian belanja bunga utang pada tahun 2024 ini akan dilakukan melalui strategi penerbitan utang yang fleksibel dan oportunistik untuk mendapatkan biaya yang palig efisien.
"Pendekatan yang fleksibel dan oportunistik itu terkait diversifikasi instrumen utang, currency mix, timing penerbitan, maupun komposisi tenor," katanya.
Selain itu, pihaknya juga akan mengoptimalkan pembiayaan non utang termasuk penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk mengurangi penerbitan utang.
Bunga Utang Luar Negeri Tak Bebani APBN
Adapun pembayaran pembayaran bunga utang luar negeri sepanjang 2024 diproyeksi Rp 44,6 triliun. Angka ini akan melampaui pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 110,2%.
Kemenkeu menjelaskan, kondisi tersebut dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan di mana tingkat suku bunga acuan masih bertahan pada level yang tinggi sebagai imbas dari kebijakan higher for longer oleh The Fed yang memicu kenaikan cost of fund.
Selain itu, tren penguatan Dolar Amerika yang ditunjukkan oleh peningkatan Indeks Dolar AS (DXY) turut mempengaruhi beban pembayaran bunga utang dalam mata uang asing.
"Namun demikian, anggaran bunga utang dalam negeri diharapkan masih mencukupi untuk membiayai beban bunga utang dalam rupiah," tulis Kemenkeu dalam Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II APBN 2024, dikutip Kamis (11/7).
Meskipun sejak awal tahun terjadi peningkatan tingkat imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN), diharapkan kondisi pasar keuangan akan mulai kondusif pada kuartal IV-2024, di mana pasar memperkirakan The Fed akan mulai melakukan perubahan rezim kebijakan sebagai awal dari shifting dari hawkish menuju dovish sehingga pasar menjadi lebih kondusif dan akomodatif.
"Dengan demikian, peningkatan bunga utang luar negeri diharapkan tidak berdampak terlalu memberatkan APBN, dimana secara total pembayaran bunga utang hanya naik sebesar 0,3% dari APBN tahun 2024," katanya.
Utang Jatuh Tempo Rp800 Triliun
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperingatkan Prabowo-Gibran agar tidak menghindari utang pemerintah RI yang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp 800 triliun.
Menurut data Kementerian Keuangan, per 30 April 2024, total utang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp 800,33 triliun. Utang ini asalnya dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 705,5 triliun dan utang pinjaman Rp 100,19 triliun.
Dikarenakan mayoritas utang tersebut SBN, Direktur Pengembangan Big Data INDEF Eko Listiyanto mengatakan itu sifatnya harus dibayar. Tidak bisa dinegosiasi untuk ditunda pembayarannya.
Jika Pemerintahan Prabowo menghindari pembayaran utang ini, mereka harus siap untuk dihakimi pasar.
"70 persen lebih utang ini adalah SBN. SBN ini enggak ada negosiasi kompromi gitu. Enggak bayar, ya kita hakimi. Kan ke pasar. Bukan kayak dulu. Siap-siap kalau berhadapan dengan pasar enggak komit, ya dihakimi," ujar Eko.
Dalam kesempatan sama, Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eisha M. Rachbini memandang utang jatuh tempo ini harus menjadi sesuatu yang diwaspadai oleh Pemerintahan Prabowo.
Pasalnya, Prabowo memiliki sejumlah program unggulan yang memiliki anggaran jumbo. Sebut saja makan bergizi gratis yang pada tahun depan telah dianggarkan di APBN 2025 sebesar Rp 71 triliun.
Baca juga: Cadangan Devisa Turun Jadi 136,2 Miliar Dolar AS, Gubernur BI: Enggak Usah Insecure
"Ini sebenarnya perlu kewaspadaan di tengah-tengah program pemerintah yang fantastis, jumbo, menjalankan pembiayaan terhadap program itu ditambah dengan utang jatuh tempo," ujar Eisha.
Dalam menyikapi ini, Pemerintahan Prabowo dinilai harus menggenjot pendapatan negara agar meningkat, jangan sampai malah menurun.
Jika kelak pendapatan negara tidak naik atau bahkan menurun, defisit fiskal tentu akan kena dampaknya, yakni menjadi semakin lebar.
"Kalau pendapatannya tetap atau turun, justru jadinya defisitnya akan besar. Pembiayaan lewat mana? Ditutup lagi bisa jadi lewat utang baru lagi. Ini rasanya jadi kayak kita enggak bisa lepas dari utang," ujar Eisha.
Oleh karena itu, ia menekankan agar Pemerintahan Prabowo bisa waspada dan hati-hati untuk ke depannya.
"Jadi memang perlu kewaspadaan, kehati-hatian, bagaimana ke depan dengan program-program yang banyak dengan (utang) jatuh tempo di 2024, 2025, dan tahun-tahun berikutnya. Ini akan memberikan dampak terhadap keseimbangan fiskal kita," pungkas Eisha.
Prabowo Jadi Presiden Jadi Paling Sial
Ekonom senior INDEF Faisal Basri menyebut Prabowo akan menjadi presiden paling sial.
Menurutnya, hal itu dikarenakan Prabowo mewarisi utang negara dari pemerintah Jokowi sebesar Rp 800 triliun.
"Pak Prabowo ini sebetulnya adalah presiden yang paling sial Kenapa sial? Karena dia diwariskan oleh beban yang sangat besar," kata Faisal.
Ia menerangkan, tahun depan utang jatuh tempo yang dibuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp 800 triliun.
"Belum lagi kan segala macem. Akhirnya Pak Prabowo bilang ke Pak Jokowi 'sorry nih Pak Jokowi, Pak Jokowi menambah beban saya saja nih'," kata Faisal.
Menurutnya, salah satu cara agar ada perubahan, Prabowo Subianto nantinya harus melepaskan ikatan dengan Jokowi.
"Jadi, yang memungkinkan adanya perubahan Pak Prabowo melepas ikatan dengan Pak Jokowi," lanjutnya.
"Karena kerusakan ini wariskan akan mendekatkan diri kita ke jurang. Kalau ini yang terjadi paling lama 2026 itu akan meledak," tegasnya.