Catatan Misbakhun ke Pemerintah Soal Rumusan Arah Kebijakan Cukai Hasil Tembakau ke Depan
Peredaran rokok ilegal tahun 2023 melonjak jadi 6,86 persen dan hilangnya potensi penerimaan negara senilai Rp 15,01 triliun.
Penulis: Sanusi
Editor: Choirul Arifin
Pertama, kenaikan harga rokok yang dilakukan secara terus menerus akan berdampak terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan keberlangsungan IHT yang selanjutnya juga dapat meningkatkan dampak negatif bagi kesehatan konsumen rokok dan berpotensi menurunkan penerimaan negara.
Kedua, pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai sisi yang terlibat dalam kebijakan cukai di Indonesia, diantaranya aspek tenaga kerja, pendapatan, kesehatan, rokok ilegal, industri, hingga pertanian secara berimbang.
Baca juga: Kenaikan Tarif Cukai Hasil Tembakau Berpotensi Mengancam Keberlangsungan Industri & Para Pekerja
"Perlunya rembug bersama dengan semua pemangku kepentingan secara berkesinambungan dalam rangka menentukan Peta Jalan (Roadmap) kebijakan yang berkeadilan," kata Misbakhun.
Ketiga, dalam upaya optimalisasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, maka pemerintah harus meningkatkan pencegahan, pengawasan, dan penindakan untuk memerangi peredaran rokok ilegal secara masif.
Keempat, kenaikan harga rokok bukan langkah efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok. Dampak kenaikan harga rokok terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan penurunan pabrik rokok lebih besar dibandingkan dengan penurunan angka prevalensi merokok.
"Sehingga saat ini pemerintah perlu menahan kenaikan harga rokok untuk menjaga keseimbangan pilar lain yang terlibat dalam IHT," ujarnya.
Kelima, untuk melawan perdagangan rokok ilegal, pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan multi-metode.
"Dengan membangun kemitraan, meningkatkan validitas dan keandalan data, meluncurkan kampanye pendidikan dan kesadaran publik, meningkatkan upaya peningkatan kapasitas, dan memprioritaskan intensifikasi pemberantasan peredaran rokok ilegal," pungkasnya.