Cukai Rokok Batal Naik di Tahun 2025, RPMK Masih jadi Sorotan
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengumumkan bahwa tidak akan ada penyesuaian tarif untuk CHT tahun 2025.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah batal menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun 2025.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengumumkan bahwa tidak akan ada penyesuaian tarif untuk CHT tahun 2025.
"Mengenai kebijakan CHT 2025 bahwa sampai dengan penutupan pembahasan RUU APBN 2025 yang minggu lalu sudah ditetapkan DPR, posisi pemerintah untuk kebijakan penyesuaian CHT 2025 belum akan dilaksanakan,” kata Askolani melalui keterangan tertulis, Senin (30/9/2024).
Askolani juga menyampaikan bahwa kebijakan tarif CHT 2025 akan berfokus pada penanganan fenomena downtrading yang marak terjadi, yaitu peralihan konsumsi rokok ke jenis yang lebih murah.
Jika fenomena ini terus terjadi, maka penerimaan cukai rokok pun akan sulit mengalami pertumbuhan.
Meski tidak ada penyesuaian CHT, pemerintah berencana mengeluarkan alternatif lainnya dengan menyesuaikan Harga Jual Eceran (HJE) di tingkat industri.
Askolani turut menyoroti potensi risiko yang muncul dari kebijakan ini terhadap efektivitas pengawasan.
"Sebab kita jadi tidak bisa membedakan antara jenis rokok, yang kemudian itu menentukan golongan, dan juga bisa menjadi basis kita untuk pengawasan," jelasnya.
Kemenkeu juga telah menyampaikan masukan terkait kemasan rokok polos tanpa merek kepada Kementerian Kesehatan untuk memastikan bahwa kebijakan kesehatan yang diusulkan tetap mempertimbangkan aspek pengawasan dan pengendalian rokok ilegal.
Di kesempatan terpisah, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, mengemukakan pandangan serupa.
Ia mengungkapkan pasal dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan terkait kemasan polos tanpa merek membawa risiko signifikan terhadap perekonomian.
Penelitian INDEF mengidentifikasi tiga skenario dampak ekonomi yang harus dipertimbangkan.
Skenario pertama menyebutkan bahwa aturan kemasan polos tanpa merek dapat mendorong fenomena downtrading hingga switching dari rokok legal ke rokok ilegal, yang dapat mengurangi permintaan produk legal hingga 42,09 persen.
"Penurunan ini bisa menyebabkan potensi dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp182,2 triliun, dan penerimaan perpajakan yang turun hingga Rp95,6 triliun," ujar Tauhid.
Skenario kedua melibatkan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, yang diperkirakan dapat mengurangi penjualan ritel rokok hingga 33,08%.
Potensi dampak ekonomi yang hilang mencapai Rp84 triliun, dengan penerimaan perpajakan yang terdampak sebesar Rp43,5 triliun.
Baca juga: Kebijakan Kenaikan CHT Dinilai Jadi Beban Berat bagi Kalangan Pelaku Industri
Sementara itu, skenario ketiga mengenai pembatasan iklan rokok di luar ruang serta di media TV dan daring dapat mengurangi permintaan jasa periklanan hingga 15%, dengan dampak ekonomi yang hilang sebesar Rp41,8 triliun dan penerimaan perpajakan yang turun Rp21,5 triliun.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.