Produksi di Dalam Negeri Kurang, Bapanas Sebut Bahan Pangan Program Makan Bergizi Berpotensi Impor
Program makan bergizi gratis disebut berpotensi memunculkan impor pangan dalam skala besar dan melemahkan ketahanan pangan Indonesia.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) Sarwo Edhy menilai ada kemungkinan program makan bergizi gratis milik Prabowo-Gibran akan menghadirkan bahan pangan hasil impor.
Bahan pangan yang berpotensi diimpor antara lain seperti beras dan susu.
Menurut dia, hal itu bisa terjadi jika produksi pangan RI kurang untuk memenuhi kebutuhan program makan bergizi gratis.
"Kalau kaitannya dengan program makan gratis, ya mungkin logikanya kalau produksinya dalam negeri kurang ya pasti impor," kata Sarwo ketika ditemui di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (29/7/2024).
Baca juga: Komunitas Ojek Online Jaga Distribusi Pembagian Sembako dan Makanan Bergizi dari Relawan Mas Gibran
Dalam melakukan importasi, Sarwo memandang masih ada besaran dan jumlah yang harus dihitung lagi secara lebih detail.
"Besarannya belum tahu karena memang masih dihitung berapa jumlah yang akan diberikan. Apakah itu mulai dari TK, SD, SMP, SMA atau mungkin hanya untuk SD atau SMP. Tentunya disesuikan dengan anggaran yang tersedia di pemerintah," ujar Sarwo.
Ia mengatakan, pihaknya sudah pernah melakukan pertemuan dengan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk program makan bergizi gratis ini.
Namun, hingga saat ini, belum ada lagi undangan dari tim gugus tugas tersebut untuk membahas lebih lanjut soal program ini.
Sebelumnya, program makan bergizi gratis disebut berpotensi memunculkan impor pangan dalam skala besar dan melemahkan ketahanan pangan Indonesia.
"Ketahanan pangan kita itu lemah," kata Direktur Eksekutif Next Policy Grady Nagara dalam diskusi publik bertajuk “Salah Arah Kebijakan Makan Siang Gratis” yang diselenggarakan Next Policy di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (22/3/2024).
"Bayangkan komposisi makan siang gratis bergantung pada komoditas seperti beras, daging, dan susu yang selama ini masih impor," lanjutnya.
"Paling tidak untuk menyasar 82,9 juta penerima manfaat, per tahunnya butuh 6,7 juta ton beras, 1,2 juta ton daging ayam, 500 ribu ton daging sapi, sampai 4 juta kiloliter susu," kata Grady lagi.
Menurut dia, potensi impor besar-besaran bisa terjadi jika desain kebijakan tidak mempertimbangkan dimensi diversifikasi pangan.
Ia mencontohkan di Brasil yang anggaran makan siang gratis di sana mewajibkan 30 persen mengambil pasokan dari petani lokal.
"Kita kan tidak terlihat akan seperti itu. Yang ada, potensi impor skala besar justru bisa mematikan para petani kita yang kebanyakan tidak memiliki lahannya sendiri," ujar Grady.