Indonesia Perlu Teknologi Baru untuk Majukan Industri Geotermal
Indonesia baru memanfaatkan 10 persen dari 24 gigawatt potensi geotermal yang dimiliki.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia memiliki potensi geotermal terbesar di dunia, diperkirakan mencapai 24 gigawatt (GW). Hingga saat ini, baru sekitar 10 persen dari kapasitas yang saat ini dimanfaatkan.
Untuk mengoptimalkan potensi besar ini, diperlukan pengembangan teknologi inovatif guna memaksimalkan penggunaan energi geothermal yang ramah lingkungan.
Pada seminar tahunan Neo for Geo bertema “Keunggulan Proses Geotermal untuk Mencapai Efisiensi Sistem yang Lebih Baik” di Yoygyakarta, Nalco Water, perusahaan dari Ecolab, memperkenalkan pemahaman dan adopsi teknologi canggih dalam industri geotermal di Asia Tenggara.
Baca juga: Pertamina Geothermal Lanjutkan Program TJSL ke Warga Lahedong Sulawesi Utara
Lewat seminar ini ditekankan pentingnya solusi holistik dan kolaborasi untuk mendorong pertumbuhan yang lebih terjangkau dan berkelanjutan dalam generasi daya geotermal.
Teknologi dan proses yang disampaikan termasuk pengelolaan air dan sistem pendinginan terkini yang dirancang untuk membantu mengurangi konsumsi air hingga 30 persen, mengurangi emisi karbon dan memperpanjang umur operasional peralatan geotermal.
Riza Pasikki, Sekretaris Jenderal Asosiasi Panasbumi Indonesia (API-INAGA) mengatakan, untuk mengatasi tantangan industri dari risiko hulu saat eksplorasi hingga fase pemanfaatan sangat penting.
INAGA berupaya berbagi wawasan tentang kondisi energi geotermal saat ini dan membahas cara untuk membuatnya lebih berdampak.
"Dengan target menambah 3.000 MW pada tahun 2030, artinya kita harus menambah 500 MW setiap tahun. Meskipun ada risiko dari skala pengembangan yang agresif, pengembangan sumber daya geotermal entalpi rendah-menengah (low-medium enthalpy) di Indonesia adalah suatu keharusan," ujarnya.
Upaya ini memerlukan dukungan dari perusahaan teknologi seperti Ecolab dalam pengelolaan yang efektif. Kami menghargai upaya pemerintah namun menyadari perlunya kolaborasi dan sumber daya yang lebih baik dari semua pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan energi terbarukan.
"Advokasi berkelanjutan dan peningkatan rantai pasokan sangat penting, dan kami berharap Ecolab dapat mendukung penyediaan konten lokal (TKDN) sebagai ketentuan yang diperlukan oleh pemerintah," beber Riza Pasikki.
Chandra Marimuthu, VP & GM, Heavy Industry, Ecolab Asia Tenggara, menegaskan kembali komitmen perusahaan untuk mendukung pertumbuhan industri geotermal di Asia Tenggara.
"Mendorong kolaborasi, inovasi, dan pertumbuhan dalam industri geotermal sangat penting untuk mengatasi perubahan iklim. Fokus kami adalah untuk membantu pelanggan kami mencapai tujuan keberlanjutan dan meningkatkan efisiensi operasional," sebut Chandra.
Baca juga: Bos Pertamina Geothermal Beberkan Strategi Pengurangan Emisi Karbon di Ajang ISRA 2024
Dia menambahkan, dengan mendirikan pusat keunggulan geothermal (geothermal excellence center) di Indonesia dapat berfungsi sebagai pusat inovasi, penelitian, dan kolaborasi, dalam mengatasi tantangan industri di Indonesia, Jepang, Selandia Baru, dan Filipina.
Salah satu pembicara ahli di seminar ini, yakni Prof. Sadiq J. Zarrouk, PhD., Associate Professor dan Co-Director dari Geothermal Institute di University of Auckland, menyoroti peningkatan penggunaan pembangkit listrik teknologi binary untuk produksi listrik dari reservoir geotermal entalpi rendah dan tinggi (low- and high- enthalpy).
"Pembangkit listrik teknologi binary harus terus dioptimalkan untuk mengekstrak sebanyak mungkin energi dari fluida geotermal untuk generasi daya maksimal. Kontrol dan pengelolaan akumulasi kerak mineral menjadi sangat penting," ujarnya.
Sementara industri telah menggunakan teknologi modifikasi pH fluida geotermal selama lebih dari 20 tahun untuk mengontrol penumpukan mineral, hal ini menyebabkan efektivitas yang terbatas dan dapat menyebabkan korosi."
Dr. Zarrouk menambahkan bahwa pengujian dalam skala kecil (on-site side stream testing) dengan inhibitor yang tepat adalah kunci terbaik untuk mengontrol akumulasi kerak, memungkinkan kelangsungan operasi pembangkit teknologi binary dengan gangguan minimal dan tanpa mempengaruhi umur operasional dari alat penukar panas (heat exchangers), yang diungkapkan dalam salah satu sesi presentasi teknisnya.
Baca juga: Lebarkan Sayap Bisnis ke Afrika, Pertamina Geothermal Energy Kembangkan Lapangan Panas Bumi di Kenya
President Director Ecolab Indonesia, Evan Jayawiyanto, mengatakan, industri geotermal di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara siap untuk pertumbuhan signifikan, dengan harapan melipatgandakan kapasitasnya.
"Pertumbuhan ini sangat penting dalam konteks transisi energi saat ini, dan kami berusaha untuk terus bermitra dengan para pelanggan kami untuk meningkatkan peluang operasional dan pertumbuhan di industri geotermal. Inovasi akan menjadi kunci dalam mendorong kemajuan sektor geotermal,” sebutnya.