Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

PMI Manufaktur RI Jeblok Akibat Relaksasi Impor, Ekonom Dradjad Wibowo: Masalah Dilematis

S&P Global diketahui data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia Juli 2024 yang turun ke level 49,3 atau terkontraksi. 

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in PMI Manufaktur RI Jeblok Akibat Relaksasi Impor, Ekonom Dradjad Wibowo: Masalah Dilematis
Tribunnews/JEPRIMA
Ekonom senior Dradjad Wibowo. Kontraksi PMI Manufaktur RI pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi dipengaruhi oleh penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Dradjad Wibowo menilai relaksasi impor membuat sebagian pelaku industri di dalam negeri kesulitan untuk bersaing.

Menurutnya, industri dalam negeri terpukul hingga PMI Manufaktur RI masuk zona kontraksi. 

“Memang hal tersebut masalah yg dilematis. Tanpa relaksasi impor, kontainer akan menumpuk di gudang pelabuhan. Lalu lintas barang tersendat, inflasi naik. Rakyat sebagai konsumen dirugikan,” kata Dradjad, Jumat (2/8/2024).

Namun demikian, dia menyebut menyalahkan relaksasi impor juga bukan pernyataan atau langkah yang bijak. Bahkan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ketidakharmonisan kerja antar kementerian/lembaga.

Baca juga: Respons Sri Mulyani Soal PMI Manufaktur Indonesia Anjlok ke Level 49,3 Pada Juli 2024

Seharusnya yang dilakukan adalah secara bersama-sama mendisain kebijakan sinkron dan optimal antara pengembangan industri dalam negeri, perdagangan luar negeri, serta kepabeanan dan cukai. 

Misalnya, regulasi impor apa dan sebesar apa yang optimal bagi konsumen dan produsen domestik sekaligus. 

BERITA TERKAIT

“Apakah bea masuk anti dumping bisa dilakukan untuk komoditi dengan kode HS tertentu. Apakah ada solusi teknis terhadap backlog di pelabuhan. Apakah solusi agar industri domestik lebih bersaing dan tidak hanya mengharapkan proteksi berlebihan,” jelasnya.

Kemudian adalah faktor biaya produksi yang di luar kewajaran, atau yanf diakibatkan oleh kebijakan negara atau ulah oknum. 

“Membongkar ekonomi biaya tinggi dalam proses industri itu akan lebih besar manfaatnya dalam jangka menengah dan panjang dari pada buka tutup relaksasi dan restriksi impor,” tukasnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut kontraksi PMI Manufaktur RI pertama kalinya sejak Agustus 2021 atau setelah 34 bulan berturut-turut terus ekspansi dipengaruhi oleh penurunan bersamaan pada output dan pesanan baru.

Agus mengatakan permintaan pasar yang menurun merupakan faktor utama penyebab penjualan turun. 

S&P Global diketahui data Purchasing Manager's Index (PMI) manufaktur Indonesia Juli 2024 yang turun ke level 49,3 atau terkontraksi. 

Pada Juni 2024, PMI Manufaktur Indonesia masih ekspansif di level 50,7.

Agus menyatakan tidak kaget dengan turunnya PMI manufaktur Indonesia sejak kebijakan relaksasi impor diberlakukan.

"Kami tidak kaget dan logis saja melihat hasil survei ini, karena ini semua sudah terprediksi ketika kebijakan relaksasi impor dikeluarkan," ujar Agus dalam rilis resmi, Kamis (1/8/2024).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas