Rasio Utang RI Diklaim Paling Rendah di Antara Negara-negara G20, Ekonomi Tumbuh di Kisaran 5 Persen
Kondisi politik dan ekonomi Indonesia diklaim tetap stabil dan mampu tumbuh secara berkelanjutan di tengah kondisi ketidakpastian global.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi politik dan ekonomi Indonesia diklaim tetap stabil dan mampu tumbuh secara berkelanjutan di tengah kondisi ketidakpastian global.
Hal itu disampaikan Presiden RI Joko Widodo dalam pidato pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 beserta Nota Keuangannya di Gedung Nusantara, MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
“Pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu terjaga di kisaran 5 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan global yang sebesar 3,4 persen,” ujar Presiden.
Ia juga menyebutkan bahwa dalam periode 2015-2024, Indonesia berhasil menambah tenaga kerja baru sebanyak 21,3 juta orang, dengan rasio utang yang tetap rendah di antara negara-negara G20 dan ASEAN.
“Di sisi lain, nilai ekspor Indonesia naik lebih dari 70 persen, mencapai 259 miliar dolar AS di tahun 2023. Neraca transaksi berjalan secara bertahap terus menguat,” tambahnya.
Presiden menekankan pentingnya pengelolaan pendapatan negara dan pembiayaan yang hati-hati sebagai langkah strategis dalam mencapai target-target ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Negara mengungkapkan bahwa pendapatan negara pada tahun 2025 diproyeksikan mencapai Rp2.996,9 triliun, terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun.
“(Pendapatan ini) tetap menjaga iklim investasi, kelestarian lingkungan, dan keterjangkauan layanan publik,” ujar dia.
Dalam upaya mencapai target penerimaan perpajakan, pemerintah akan melanjutkan reformasi perpajakan.
Reformasi ini mencakup perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan, serta pemberian insentif perpajakan yang terarah dan terukur.
Selain itu, upaya peningkatan PNBP juga menjadi prioritas pemerintah.
Sedangkan di sisi pembiayaan, defisit anggaran tahun 2025 direncanakan sebesar 2,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp616,2 triliun yang akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati.
“Pemerintah terus meningkatkan efektivitas pembiayaan investasi, mendorong kebijakan pembiayaan skema KPBU, termasuk penguatan Lembaga Pengelola Investasi (LPI), dan Special Mission Vehicle (SMV), serta peningkatan akses pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, UMKM, dan usaha ultra mikro,” ungkap Presiden.
Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi Pemerintahan Prabowo-Gibran Terlalu Ambisius
Presiden mengungkapkan, tingkat pengangguran terbuka tahun 2025 diharapkan dapat ditekan menjadi 4,5 persen hingga 5 persen. Angka kemiskinan diturunkan dalam rentang 7 hingga 8 persen.
Rasio Gini dalam kisaran 0,379–0,382. Indeks Modal Manusia (IMM) pada level 0,56. Nilai Tukar Petani (NTP) ditingkatkan di kisaran 115–120. Nilai Tukar Nelayan (NTN) dijaga di kisaran 105–108.
Menutup pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan harapan agar pembahasan RAPBN 2025 dapat dilakukan secara konstruktif untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan makmur, sesuai visi Indonesia Emas 2045.
Baca juga: Ekonom Beri Catatan RAPBN 2025: Ada Kemungkinan Subsidi BBM Dikurangi, Harga Naik?
“Semoga Allah Swt senantiasa memberikan rahmat dan ridho-Nya bagi kita semuanya dalam melaksanakan tugas dan amanah untuk menyejahterakan rakyat dan kemajuan Indonesia,” tutupnya.
Penerimaan Pajak Merosot
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mengatakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam lima tahun terakhir melakukan penarikan utang besar.
Menurutnya, instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami koreksi sangat dalam untuk menangani berbagai urusan kebutuhan rakyat.
Kondisi ini diperburuk akibat terjadinya guncangan stabilitas perekonomian global yang kian terpuruk dipengaruhi faktor eksternal.
“Pilihan pahit yang kita tempuh dengan penarikan utang yang sangat besar dampak turunnya penerimaan perpajakan, kebutuhan belanja subsidi yang meningkat sangat besar,” ujar Puan dalam Pidato Presiden RI tentang RUU APBN Tahun Anggaran 2025 Beserta Nota Keuangannya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Ketua DPP PDI Perjuangan itu menyebut dalam lima tahun Indonesia menghadapi berbagai tantangan seperti pandemi COVID-19, regional antar negara, ketegangan geopolitik di Timur Tengah, krisis pangan hingga krisis energi global.
Berbagai gejolak tersebut mengakibatkan ketidakpastian serta berdampak langsung terhadap aktivitas kehidupan sebagai bangsa dan negara.
"Lima tahun terakhir perjalanan kita seperti berlayar menghadapi terpaan badai gelombang pasang surut yang tidak pernah berhenti," terangnya.
Namun demikian, seluruh pemangku kepentingan, elemen masyarakat termasuk TNI - Polri dapat bergotong royong alhasil kemungkinan terburuk terhadap negara dapat diatasi. (Tribun Network/Reynas Abdila)