Tingkatkan Jumlah Kelas Menengah, Ini yang Mesti Dilakukan Pemerintah
Bambang Brodjonegoro menilai merosotnya jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia harus segera dibenahi pemerintah.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai merosotnya jumlah masyarakat kelas menengah di Indonesia harus segera dibenahi pemerintah.
Ia mengatakan, pemerintah harus bisa mendorong investasi lebih masif lagi agar penciptaan lapangan kerja bisa lebih besar.
Sebab, menurunnya kelas menengah ini disebut Bambang karena beberapa faktor seperti pandemi Covid-19 yang menyebabkan orang kehilang pekerjaan dan pemilik bisnis mengalami kebangkrutan.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Tekankan Diplomasi Luar Negeri Jadi Kunci Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Kemudian, badai PHK di industri tekstil juga dinilai sebagai penyebab menurunnya jumlah masyarakat kelas menengah.
"Karena kalau terjadi PHK, orang kehilangan pekerjaan, atau kehilangan bisnis, ya kita harus datangkan lagi investasi supaya mereka mendapatkan sumber income," kata Bambang kepada wartawan di Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip Jumat (30/8/2024).
Berikutnya, pemerintah disebut harus menjaga harga pangan dan nilai tukar rupiah dalam kondisi yang lebih real yang berarti tidak terlalu lemah.
Mengingat masyarakat kelas menengah banyak berada di perkotaan, maka pemerintah juga perlu memperbaiki infrastruktur dasar perkotaan.
"Supaya mereka (masyarakat) tidak usah boros menggunakan kendaraan pribadi, beli bensin hanya untuk bergerak di kota. Jadi pemerintahnya harus fokus di transportasi umum," ujar Bambang.
Selain transportasi umum, mantan Kepala Bappenas itu juga menyebut pemerintah perlu fokus membenahi persoalan perumahan.
Baca juga: Guna Dukung Pengembangan Ekonomi Desa, Program Desa BRILiaN 2024 Batch 3 Kembali Digelar
Ketersediaan rumah, harga rumah, dan sewa rumah harus dijaga karena mempengaruhi langsung daya beli masyarakat kelas menengah setiap bulannya.
Masih dalam konteks transportasi umum dan perumahan, Bambang menyoroti ketersediaan air bersih atau air minum.
Selama ini, kata Bambang, secara tidak sadar pemasukan masyarakat kelas menengah tergerus dengan gaya hidup mengandalkan semua kepada air galon dan air botol.
Padahal, kalau di negara maju, dia bilang justru kelas menengahnya memiliki daya beli yang aman karena untuk air pun mereka tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak.
Adapun menurunnya angka kelas menengah ini tengah menjadi perhatian pemerintah.
Berdasarkan data yang pernah diungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, kelas menengah di Indonesia ada sekitar 17,13 persen dan aspiring middle class mendekati 50 persen.
Maka dari itu, pemerintah sedang mencoba agar bisa mendorong kembali peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia.
Sekretaris Menteri Koordinator (Sesmenko) Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan alasan pemerintah ingin lebih mendorong pertumbuhan masyarakat kelas menengah.
Dia bilang, masyarakat kelas menengah Indonesia memiliki kontribusi ekonomi yang tinggi.
Selain itu, masyarakat kelas menengah dinilai juga men-generate atau menghasilkan pajak untuk negara.
"Justru kalau kelas menengah kita perbesar, selain kontribusi ke ekonominya tinggi, kelas menengah kan bisa men-generate juga untuk tax based-nya lebih besar. Jadi perpajakannya akan lebih bagus," ujar Susiwijono di Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2024).
"Kita kan khawatir di 2023 ke 2024 ini kan proporsi kelas menengah dan aspiring middle class mulai agak turun sedikit kan, kita ingin meningkatkan kembali porsi, peran, dan kontribusi ke perekonomian," lanjutnya.
"Kalau kelas menengah jumlahnya meningkat, itu otomatis tax based-nya lebih tinggi. Pembayar pajaknya lebih besar. Itu salah satu aspek aja perpajakan," ujar Susiwijono lagi.
Maka dari itu, pemerintah telah mengucurkan banyak insentif untuk masyarakat kelas menengah.
Di antaranya seperti program perlindungan sosial, insentif pajak, kartu prakerja, jaminan kehilangan pekerjaan, pembayaran iuran yang ditanggung pemerintah untuk kesehatan, kredit usaha rakyat, dan lain-lain.
Untuk di sektor perumahan, pemerintah telah mengucurkan Insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) 100 persen untuk sektor perumahan per 1 September hingga Desember 2024.
Lalu, ada juga penambahan kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) tahun 2024.
Kuota akan bertambah dari 166 ribu unit menjadi 200 ribu unit.