Perundingan Perjanjian Dagang RI dengan Uni Eropa Tak Kunjung Rampung Gegara Terhalang Tiga Isu Ini
Perjanjian dagang ini akan menguntungkan Indonesia karena mampu membuka akses bagi produk-produk Indonesia.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perdagangan mengungkap perundingan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA) tak kunjung rampung karena masih terhalang tiga isu.
Staf Khusus (Stafsus) Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Hasibuan mengatakan pada September ini masih ada tiga isu yang belum disepakati dengan Uni Eropa.
Ia berharap, setidaknya sebelum pergantian pemerintahan pada Oktober nanti, Indonesia dan Uni Eropa bisa mencapai kesepakatan secara prinsip.
Baca juga: Neraca Perdagangan RI Surplus 52 Bulan Berturut-turut, Anak Buah Zulhas Titip Ini ke Prabowo
Jika tidak bisa mencapai kesepakatan secara prinsip, perundingan I-EU CEPA akan dilanjutkan pemerintahan mendatang.
"Kalau memang tidak (tercapai kesepakatan), tentu saja nanti bisa dilanjutkan oleh pemerintahan berikutnya," kata Bara dalam konferensi pers di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
Ia mengatakan Chief Negotiator dari Kementerian Perdagangan sedang bekerja keras untuk mencari titik temu atas tiga isu yang masih belum bisa disepakati antara Indonesia dan Uni Eropa.
Chief Negotiator RI disebut setiap hari berkomunikasi Chief Negotiator dari Uni Eropa secara daring.
Mereka melakukan negosiasi, mencari titik temu, sehingga isu-isu ini bisa selesaikan.
Ia pun menekankan perjanjian dagang ini akan menguntungkan Indonesia karena mampu membuka akses bagi produk-produk Indonesia masuk ke dalam pasar-pasar tersebut.
Sebelumnya pada hari yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkap alasan perjanjian I-EU CEPA tak kunjung rampung.
Adanya pergantian kepengurusan disebut sebagai biang kerok perundingan ini belum rampung, sehingga pihak Uni Eropa melayangkan beberapa permintaan baru.
Beberapa permintaan itu antara lain meliputi hal-hal seperti masalah impor, bea keluar, dan soal perpajakan digital.