Menteri Bahlil Ungkap Rencana Indonesia Ekspor Listrik EBT: Harus Hati-hati
Pemerintah Indonesia saat ini tengah memperkuat sistem kelistrikan, baik di Sumatera, Jawa, dan wilayah-wilayah lain.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah berencana melakukan ekspor listrik dari energi baru terbarukan (EBT) ke luar negeri.
Menurutnya, langkah ini diambil dengan konsep kehati-hatian dengan tetap mengutamakan kebutuhan dalam negeri.
"Kami kan prinsipnya tidak ada masalah, tapi kan kami harus hati-hati ya. Kami harus kaji baik-baik, kita harus melihat kepentingan dan kebutuhan nasional kita," kata Bahlil dalam acara Kumparan Green Initiative Conference di Hotel Borobudur, Rabu (25/9/2024).
Pemerintah Indonesia sendiri berencana mengekspor listrik untuk negara tetangga yaitu Singapura. Namun belum ada kesepakatan yang jelas, Bahlil bilang saat ini baru sekedar nota kesepahaman atau MoU antara Indonesia dan Singapura.
Baca juga: Target Bauran EBT di RI Bisa Tercapai, Asalkan Ada Anggaran Rp200 Triliun Lebih
"Belum ada. Yang cuma ada MoU, MoU kan tidak mengikat. Kesepahaman ya," tegasnya.
Diketahui, pemerintah Indonesia saat ini tengah memperkuat sistem kelistrikan, baik di Sumatera, Jawa, dan wilayah-wilayah lain.
Utamanya listrik tersebut berasal dari sumber yang ramah lingkungan. Salah satunya, Pemerintah sendiri saat ini terus mendorong pembangunan dan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), termasuk di Kepulauan Riau.
"Tadi juga saya sampaikan bahwa grid listrik ini tidak hanya di Jawa-Sumatera, tapi konektif nyambung dengan Kepulauan Riau dan Batam-Bintan-Karimun," ungkap Menko Airlangga Hartarto usai menghadiri acara Asia Zero Emission Community (AZEC) yang berlangsung di Hotel St. Regis Jakarta, Rabu (21/8/2024).
"Ini menjadi salah satu juga proyek yang nanti solar panelnya sudah akan di-off take oleh Singapura," sambungnya.
Diketahui, wacana kerja sama Indonesia-Singapura terkait jual beli daya listrik telah tersiar sejak tahun lalu. Dalam kesempatan tersebut Airlangga mengungkapkan, krisis iklim dan upaya Net Zero Emission (NZE) telah menjadi tantangan global yang membutuhkan respons nyata dari seluruh negara untuk mengatasinya.
Salah satu upayanya, membangun pembangkit berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Sejalan dengan hal tersebut, kolaborasi antar negara perlu dikedepankan dalam mencari solusi. Oleh karena itu, hadirnya Asia Zero Emission Community berangkat dari semangat kolaborasi seluruh pihak.
Lembaga ini nantinya akan berperan sebagai tempat bertukar informasi, pengkajian kebijakan dan proyek, serta membantu negara-negara AZEC dalam mengembangkan visi, peta jalan, serta kebijakan transisi energi.
Dengan menggabungkan peran Pemerintah, pemimpin industri, dan para ahli, lembaga ini akan menjadi pusat pengetahuan dan inovasi dari berbagai pemangku kepentingan.
Menko Airlangga juga menambahkan bahwa lembaga ini juga akan memainkan peranan penting terhadap perkembangan energi terbarukan, efisiensi energi, hingga praktek-praktek keberlanjutan di berbagai sektor ekonomi.
Lebih jauh lagi, dengan berfokus pada pembangunan berkelanjutan dan agenda zero-emission, diharapkan hasil studi dari lembaga ini dapat berperan untuk mengakselerasi kerja sama dan inovasi di Kawasan Asia.
”Kami menyadari bahwa perubahan iklim merupakan kenyataan yang mendesak, yang menuntut tindakan cepat dan tegas dari semua negara,” tutur Menko Airlangga.