Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Rancangan Permenkes dan PP 28/2024 Soal Produk Tembakau Mengancam Mata Pencaharian 6 Juta Pekerja

Regulasi kemasan polos juga diyakini akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Rancangan Permenkes dan PP 28/2024 Soal Produk Tembakau Mengancam Mata Pencaharian 6 Juta Pekerja
istimewa
Ilustrasi petani tembakau membawa hasil panen - GAPPRI menyebut Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) perihal produk tembakau sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, bisa berdampak pada ekonomi nasional, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menciptakan kemiskinan baru.  

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyebut Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) perihal produk tembakau sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, bisa berdampak pada ekonomi nasional, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menciptakan kemiskinan baru. 

Terlebih berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), total tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya di sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) sebanyak 5,98 juta orang.

Baca juga: Kemenaker Singgung Dampak Negatif 2 Kebijakan Produk Tembakau

Mereka meliputi buruh, petani tembakau, petani cengkeh, dan sektor terkait lain.

"Mereka terancam dengan kebijakan itu sehingga akan menciptakan kemiskinan baru," kata Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan dalam keterangannya, Rabu (2/10/2024).

Menurut Henry, kebijakan yang diatur dalam PP 28/2024, khususnya mengenai penerapan kemasan polos akan berdampak negatif terhadap industri rokok, terutama untuk rokok kretek yang menguasai pasar sebesar 75 persen di Indonesia. 

Regulasi kemasan polos juga diyakini akan memicu maraknya peredaran rokok ilegal karena identitas produk akan sulit dikenali.

Berita Rekomendasi

Sehingga konsumen beralih ke produk ilegal yang lebih murah.

"Kemasan polos ini tentu akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, namun yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal," ujar Henry.

Berdasarkan kajian GAPPRI, aturan kemasan polos dipandang sebagai duplikasi dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang sebenarnya tidak diratifikasi oleh Indonesia.

Baca juga: Pengusaha Sebut 5,9 Juta Orang Indonesia Menggantungkan Hidup dari Ekosistem Tembakau

"Jika diimplementasikan akan memperburuk situasi dengan semakin meningkatkan daya tarik rokok ilegal," kata Henry Najoan

Anggota DPR RI periode 2024-2029, Mukhamad Misbakhun mengingatkan kepada pemerintah, utamanya para pengambil kebijakan negara agar tidak terkooptasi agenda global yang ingin menginfiltrasi kelangsungan ekosistem tembakau.

Misbakhun meminta pemerintah melindungi industri hasil tembakau, utamanya rokok kretek di tanah air dari intervensi asing. 

Apalagi, industri ini sebagai salah satu penyumbang penerimaan negara terbesar.

"Jangan sampai kita diinjak oleh konspirasi global yang menginfiltrasi kebijakan nasional untuk kepentingan pihak tertentu," kata Misbakhun. 

Politisi Partai Golkar itu menyebut, IHT tidak hanya berhubungan dengan sektor kesehatan, tapi juga sektor lainnya, mulai dari industri, pertanian, hingga tenaga kerja atau buruh. 

Menurutnya pemerintah perlu meninjau ulang berbagai regulasi pertembakauan yang berdampak terhadap kelangsungan iklim usaha. 

Ia berharap adanya upaya pembenahan secara lebih komprehensif dan objektif.

"Saya mengharapkan ada upaya-upaya yang lebih objektif dan komprehensif melihat ekosistem pertembakauan di Indonesia dengan meninjau ulang berbagai regulasi yang diskriminatif terhadap kelangsungan iklim usaha ekosistem pertembakauan," pungkasnya.

 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas