Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Disebut Bisa Sebabkan Efek Domino Negatif
Pembatasan iklan rokok bisa menurunkan permintaan jasa periklanan, dan kondisi ini berpotensi menyumbang kerugian sebesar Rp 41,8 triliun.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Ketiga, pembatasan iklan rokok yang bisa menurunkan permintaan jasa periklanan. Kondisi ini berpotensi menyumbang kerugian sebesar Rp 41,8 triliun.
Selain itu, dari sisi penerimaan negara, pemerintah berisiko kehilangan pendapatan pajak Rp 160,6 triliun atau sekitar 7 persen dari total penerimaan perpajakan nasional.
Rinciannya yakni, pertama, Rp 95,6 triliun akibat penerapan kebijakan kemasan polos. Kedua, Rp 43,5 triliun dari penerapan larangan berjualan di sekitar lingkungan pendidikan. Ketiga, Rp 21,5 triliun dari pembatasan iklan rokok.
Sehingga menurut Tauhid kondisi itu bisa mempengaruhi capaian pertumbuhan ekonomi sebesar lebih dari 5 persen seperti yang sudah ditargetkan pemerintah.
Menurut dia, target itu bisa saja sulit dicapai. "Berat kalau misalnya secara agregat kita ingin tumbuh di atas 5 persen. Tapi kita sudah berkurang totalnya hampir Rp 308 triliun," ucapnya.
Tauhid kembali menyinggung soal kerugian pajak sebesar 7 persen yang disebutnya bukan angka kecil. Terlebih jika dibandingkan dengan rasio pajak (tax ratio) Indonesia sebesar 10 - 11 persen.
Dengan demikian, kebijakan kemasan polos tanpa merek yang tengah didorong Kemenkes untuk diimplementasikan bagi rokok elektronik dan produk tembakau seperti rokok ini akan berdampak sangat besar bagi seluruh aspek industri rokok elektronik, yang secara kolektif telah menyerap tenaga kerja dari sisi produksi hingga ritel.*