Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Catatan Terbaru NielsenIQ, Konsumen Indonesia Lebih Berhati-hati dan Selektif terhadap Brand

NIQ menemukan, kecenderungan konsumen di Indonesia tetap berbelanja produk dan layanan yang menjadi kebutuhan walau ada kenaikan harga.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Sanusi
zoom-in Catatan Terbaru NielsenIQ, Konsumen Indonesia Lebih Berhati-hati dan Selektif terhadap Brand
HO
FMCG Commercial Leader NIQ Indonesia Dena Firmayuansyah dan Analytic Leader NIQ Indonesia Bramantiyoko Sasmito saat acara The NielsenIQ Indonesia Executive Summit, di Jakarta, Kamis (17/10/2024) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Laporan Mid-Year Consumer Outlook: Guide to 2025 yang dikeluarkan NielsenIQ (NIQ) menemukan, kecenderungan konsumen di Indonesia tetap berbelanja produk dan layanan yang menjadi kebutuhan walau ada kenaikan harga.

Namun konsumen kini lebih berhati-hati, lebih eksperimental, dan lebih selektif terhadap brand.

Laporan perusahaan consumer intelligence  ini  juga menemukan konsumen masih tetap optimistis dalam melihat kondisi perekonomian Indonesia.

Baca juga: Bermitra dengan Ajang Jakarta Fashion Week 2024, Mazda Siap Gaet Konsumen Baru

Kondisi ini dilandasi oleh outlook pertumbuhan perekonomian Indonesia yang diperkirakan stabil hingga 2025, menurut data BPS. PDB diperkirakan tumbuh dari 5,1 persen pada 2024 menjadi 5,2 persen pada 2025.

"Pertumbuhan ekonomi ini didominasi oleh konsumsi rumah tangga (54,5 persen). Inflasi juga mengalami penurunan, namun tidak pada sektor makanan, minuman, rokok, perawatan pribadi, dan jasa lainnya," kata FMCG Commercial Leader NIQ Indonesia Dena Firmayuansyah, kepada wartawan belum lama ini.

Studi ini disampaikan di The NielsenIQ Indonesia Executive Summit, di Jakarta, yang menghadirkan insight mendalam tentang tren konsumen di Indonesia, analisis peluang pertumbuhan retail, serta diskusi panel bersama para pemimpin industri tentang strategi sukses di tengah dinamika pasar.

Baca juga: BPS: Ekspor RI di September 2024 Turun Menjadi 22,08 Miliar Dolar AS

BERITA REKOMENDASI

Walau begitu, kata dia, tingkat kepercayaan diri konsumen Indonesia ternyata tidak seoptimistis sebelumnya, yaitu setelah post-pandemic atau pada periode recovery. 

Kenaikan harga pangan dan ancaman kemerosotan ekonomi terus menjadi faktor utama yang membebani pikiran konsumen, sehingga mereka lebih berhati-hati dan lebih strategis dalam menggunakan uangnya.

"Bahkan, kekhawatiran ini telah memicu 83 persen konsumen secara aktif mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama mereka dan 23 persen mengatakan akan menambah utang mereka untuk mencukupi kebutuhan dan gaya hidup mereka," katanya.

Terdesak oleh kebutuhan, konsumen Indonesia akan tetap membelanjakan uangnya untuk fast moving consumer goods (FMCG) walau ada kenaikan harga.

Baca juga: Soal Kenaikan 10 Persen Upah Minimum Provinsi 2025, Menko Airlangga: Tunggu Data BPS

Walau begitu, kini mereka menjadi lebih eksperimental untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan lebih baik dari produk-produk yang mereka beli. Selain itu, mereka juga lebih selektif terhadap pilihan brand. 


“Sangat penting bagi industri untuk selalu memantau perilaku belanja konsumen ketika PDB tumbuh lebih tinggi dari inflasi namun tingkat keyakinan konsumen tidak lagi setinggi sebelumnya. Ini menandakan adanya ketidakpastian yang mendasari tentang masa depan," katanya.

Ditambahkannya, pengeluaran mungkin akan terus berlanjut, namun bisa jadi ragu-ragu dalam membuat komitmen keuangan jangka panjang, juga konsumen mungkin akan mengalihkan perilaku belanja konsumen Indonesia juga saat ini bersedia membayar lebih besar untuk kenyamanan dan kepuasan hidup.

"Sebanyak 58 persen mengatakan akan mengeluarkan sedikit uang ekstra untuk membuat satu momen atau hari dalam seminggu lebih istimewa atau menyenangkan, 64 persen mengeluarkan lebih banyak uang untuk pengalaman di rumah untuk menghemat biaya restoran dan hiburan dan 57 persen akan mengeluarkan lebih banyak uang untuk format produk yang mudah digunakan," katanya.

Analytic Leader NIQ Indonesia Bramantiyoko Sasmito mengatakan, untuk mempertahankan daya saingnya, industri perlu beradaptasi secara strategis terhadap perubahan dan lanskap yang makin kompetitif menuju 2025.

"Mulai dari menyeimbangkan antara harga yang terjangkau dan value, memberikan diferensiasi produk untuk mempertahankan loyalitas, memanfaatkan teknologi untuk menjangkau konsumen dan menawarkan pengalaman belanja yang lebih dipersonalisasi melalui berbagai platform digital, termasuk menyediakan produk premium dan kenyamanan bagi konsumen yang bersedia membayar lebih,” kata Bramantiyoko.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas