Jadi Wamendag, Dyah Roro Ogah Ngomong Banyak Soal Apa yang akan Dikerjakan, Takut Salah Bicara
Dyah akan menjalankan kebijakan dari Menteri Perdagangan Budi Santoso, baik itu perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti masih enggan membeberkan hal-hal yang akan ia kerjakan untuk 100 hari ke depan.
Untuk 100 hari ke depan, ia akan menjalankan kebijakan dari Menteri Perdagangan Budi Santoso, baik itu perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Roro masih belum bisa membeberkan lebih detail lagi karena ia masih harus melakukan rapat dengan Budi.
Hal itu agar jelas apa yang akan ia kerjakan, sehingga sinergitas dan kolaborasi bisa tetap terjaga.
Baca juga: Daftar Menteri, Wakil Menteri, Kepala Badan, Utusan Khusus, Penasihat, Stafsus yang Dilantik Prabowo
"Jadi kembali lagi, mohon maaf, saya ingin sekali berkomunikasi terlebih dahulu dengan Pak Menteri. Saya tidak mau, bukan hanya (takut, red) salah bicara ya, tetapi satu kementerian ini tentu mempunyai tujuan yang sama. Jadi itu penting sekali buat saya," kata Roro usai acara sertijab di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa (22/10/2024).
Meski demikian, Roro sempat menyoroti soal bagaimana perdagangan dalam dan luar negeri harus sama-sama dimaksimalkan.
Untuk perdagangan dalam negeri, ia mengatakan komoditas lokal harus bisa berdaya saing dengan produk impor.
Terkait dengan perdagangan luar negeri, harus didorong dengan perjanjian dagang bersama negara-negara lain.
"Pak Jerry Sambuaga yang merupakan mantan Wamendag juga telah menjalankan berbagai macam kerja sama bilateral melalui Comprehensive Economic Partnership Agreement atau CEPA yang sudah berjalan di beberapa negara dan juga yang masih pending di beberapa negara," ujar Roro.
Selain itu, ia juga mengungkap mengenai perdagangan karbon yang menurut dia memiliki prospek menarik.
Ia mengatakan akan mendiskusikan dengan Budi Santoso agar bagaimana perdagangan karbon bisa dimaksimalkan.
"(Perdagangan karbon) ini menarik juga karena kita punya komitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 32 persen. Di tahun 2030 kita punya National Determined Contributions di Indonesia," pungkas Dyah.