Pengamat: Memacu Literasi Keuangan Syariah di Masyarakat Bisa Dimulai dari Keluarga
Untuk memacu literasi keuangan syariah di masyarakat perlu dimulai dari keluarga.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil Survei Nasional Literasi dan Inkiusi Keuangan (SNLIK) 2024, tingkat Literasi Keuangan Syariah tercatat mencapai 39,11 persen, di bawah tingkat Literasi Keuangan Nasional dan Konvensional sebesar 65,43 persen dan 65,09 persen.
Sementara itu, tingkat literasi asuransi syariah di Indonesia hanya mencapai 3,99 persen, jauh lebih rendah dibandingkan literasi asuransi konvensional yang mencapai lebih dari 45 persen.
Gap yang cukup besar antara literasi keuangan dan asuransi syariah dengan konvensional tersebut menunjukkan adanya tantangan sekaligus peluang besar bagi industri jasa keuangan untuk memacu literasi keuangan syariah di masyarakat.
Menurut ekonom dan konsultan syariah Adiwarman Azwar Karim, untuk memacu literasi keuangan syariah di masyarakat perlu dimulai dari keluarga.
Baca juga: Dihadiri 700 Peserta, Indonesia Rendezvous Dinilai Jadi Ajang Penting Industri Asuransi Nasional
Keluarga perlu menanamkan pemahaman akan prinsip-prinsip manajemen keuangan syariah sejak dini pada anak demi mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia.
"Sebagai muslim, tentunya kita ingin sejahtera di dunia sekaligus akhirat bahagia. Untuk mewujudkan hal tersebut, kita perlu hidup sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, yakni hidup sederhana, berkecukupan, dan penuh manfaat bagi orang lain, termasuk dalam hal keuangan syariah," ujarnya di kegiatan "Taklim Manajemen Hartal Syariah (Tamarasya)" yang diadakan oleh Prudential Syariah dan Lembaga Amil Zakat Al-Azhar di Jakarta baru-baru ini.
Menurut dia, nilai-nilai ini perlu ditanamkan sejak dini oleh orang tua di keluargal dalam keseharian, untuk mewujudkan hidup yang penuh berkah," kata Adiwarman.
Sejalan dengan Adiwarman, Chief Actuary Officer, Prudential Syariah Rina Elvi Roza, dalam kesempatan yang sama menyatakan pentingnya membangun pemahaman akan manajemen keuangan syariah sejak dini dari keluarga, termasuk asuransi syariah.
Prinsip-prinsip penting yang Dianut dalam Asuransi Syariah
Dia menjelaskan, prinsip dasar dalam keuangan syariah juga berlaku pada asuransi syariah. "Dalam penerapannya, asuransi syariah memiliki nilai-nilai yang bertujuan untuk membawa keberkahan bersama," jelasnya.
Asuransi syariah memastikan setiap transaksi bebas dari riba, gharar dan maysir. Hal ini menjadikan asuransi syariah sebagai salah satu perlindungan yang sesuai dengan nilai-nilal agama.
Asuransi syariah juga beroperasi berdasarkan prinsip tabarru (sumbangan) dan ta'awun (kerjasama mutual).
"Prinsip Tabarru mendorong individu agar berkontribusi ke dalam dana bersama, membantu mereka yang mengalami musibah kerugian. Sehingga terdapat adanya tolong menolong antar Peserta dan mendorong tanggung jawab bersama," beber Rina.
Pada asuransi syariah, surplus dari Dana Tabarru dibagikan di antara Peserta. Model pembagian surplus ini memungkinkan Peserta untuk mendapatkan manfaat finansial lebih dari sekadar perlindungan terhadap risiko.
Perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola diwajibkan untuk menjaga transparansi dalam operasional dan transaksi keuangan perusahaan.
Peserta mendapatkan pemahaman yang jelas tentang bagaimana kontribusi dikelola dan dibagikan, sehingga membangun kepercayaan dan keadilan dalam sistem.
Prinsip lainnya, asuransi syariah dioperasikan sejalan dengan prinsip kesejahteraan sosial dan tanggung jawab sosial perusahaan, dengan mengedepankan kesejahteraan individu dan juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Dengan mendorong saling tolong menolong dan inisiatif amal, asuransi syariah membina budaya tanggung jawab sosial dan kasih sayang.
"Kami akan terus berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, untuk bersama-sama menjadi katalis pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia sekaligus mewujudkan kehidupan yang penuh berkah," ujar Rina.