Wall Street Rontok, Terseret Penurunan Kinerja Saham Raksasa Teknologi
Mayoritas saham di bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street rontok, dibuka lebih rendah pada awal perdagangan
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Mayoritas saham di bursa Amerika Serikat (AS) Wall Street rontok, dibuka lebih rendah pada awal perdagangan setelah investor mencerna anjloknya data pendapatan perusahaan teknologi berkapitalisasi besar.
Mengutip APnews, indeks S&P 500 selama 24 jam terakhir turun 0,33 persen menjadi 5.813,6, disusul Dow Jones Industrial Average turun 91,51 poin, atau 0,22 persen, ditutup pada 42.141,54, sementara Nasdaq Composite amblas 0,56 persen jadi 18.607,93, pada Kamis (31/10/2024).
Mayoritas saham Wall Street rontok karena terdorong penurunan saham perusahaan chip dan teknologi, sementara investor menunggu sejumlah laba perusahaan.
Baca juga: Update IHSG: MTEL Pimpin Kenaikan, Sektor Infrastruktur Melonjak
Seperti misalnya raksasa teknologi Advanced Micro Devices (AMD.O)dan Qorvo (QRVO.O) yang proyeksinya turun masing-masing sebesar 10,6 persen dan 27,3 persen, karena pendapatan kuartal keempatnya berada di bawah ekspektasi investor.
Penurunan serupa juga terjadi pada saham perusahaan teknologi Super Micro Computer (SMCI.O) yang anjlok 32,6 persen setelah Ernst & Young mengundurkan diri sebagai akuntan perusahaan.
Menyusul yang lainnya saham teknologi Nvidia (NVDA.O) juga melaporkan penurunan 1,4 persen, sementara sektor teknologi informasi (.SPLRCT) mengalami penurunan terbesar mencapai 1,34 persen.
"Qorvo, Advanced Micro, dan Super Micro - ketiganya merupakan pergerakan yang cukup besar yang menyebabkan sedikit kekhawatiran dan mengurangi harapan akan hasil gemilang Google tadi malam," kata Direktur Pelaksana Perdagangan Ekuitas di Wedbush Securities Michael James dikutip Reuters.
Selain penurunan saham teknologi, anjloknya pergerakan Wall Street karena dipengaruhi lambatnya pertumbuhan ekonomi, jauh yang diharapkan pada kuartal ketiga. Menurut angka produk domestik bruto PDB hanya naik pada tingkat tahunan sebesar 2,8 persen, sedikit di bawah perkiraan ekonom sebesar 3,0 persen.
Meski perlambatan ekonomi bukanlah hal yang mengejutkan, namun hal tersebut dikhawatirkan dapat membuat pimpinan The Fed, Jerome Powell menahan suku bunga lantaran inflasi AS masih berada di level tinggi melesat jauh dari target 2 persen
Kendati pengetatan suku bunga dianggap sebagai cara paling efektif untuk menyeimbangkan harga dan membuat laju inflasi turun ke target 2 persen pada tahun 2025. Akan tetapi dalam prakteknya pengetatan moneter mendorong kenaikan suku bunga hipotek kredit di perbankan nasional.
Alhasil bos startup mulai menunda penawaran umum sehingga bisnis investasi ikut terdampak. Tak hanya itu kenaikan suku bunga juga dapat memicu lonjakan imbal hasil (yield) Treasury tenor 10 tahun hingga melesat menyentuh angka 5 persen.