Pemerintah Beberkan Strategi Genjot Produksi Bioetanol, Apa Saja?
pemerintah gencar dalam pengembangan bioetanol atau bahan bakar substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari tumbuhan.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah terus menggenjot produksi bioetanol sebagai bahan bakar nabati atau biofuel. Di antaranya dengan memanfaatkan pengembangan bioetanol berbasis jagung, batang sawit, hingga sorgum.
Koordinator Keteknikan dan Lingkungan Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Efendi Manurung menerangkan, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mencapai target tersebut.
Menurut Efendi, pemerintah gencar dalam pengembangan bioetanol atau bahan bakar substitusi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berasal dari tumbuhan.
Baca juga: Toyota Berharap Implementasi Bioetanol Punya Tata Kelola Mirip Biodiesel
"Kita coba pengembangan bioetanol berbasis jagung. Juga dilakukan pengembangan bioetanol berbasis batang sawit. Pengembangan pohon nipah dan juga sorgum manis," ujar Efendi saat diskusi Bensin Hijau di Jakarta Pusat, Jumat (1/11/2024).
Selain itu, kata Efendi, minyak sawit (CPO) juga dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bioetanol. Saat ini, strategi pemerintah untuk menggenjot produksi bioetanol memang memanfaatkan seluruh potensi yang mungkin digunakan.
"Kemudian alam bisa menyediakan yang sudah ada kendati terpencar misalnya nipah di pinggiran pantai. Memang kalau untuk budidaya secara besar salah satunya tebu," kata Efendi.
Dia menambahkan, limbah biomassa lignoselulosa juga dapat dimanfaatkan menjadi bioetanol yang mampu mendukung penyediaan energi bersih di Indonesia. Termasuk, misalnya makroalga yang mempunyai kandungan karbon yang dapat dijadikan alternatif sumber energi.
"Semua potensi kita dorong bagaimana bisa jadi termanfaatkan untuk menjadi bioetanol," tutur Efendi.
Baca juga: Kebijakan Komprehensif Pemerintah Diyakini Mampu Dorong Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati
Sebab, menurut Efendi, Indonesia sebagai negara tropis menjadi 'surga' biomassa. Karena itu, dia menilai wajar jika pemerintah memanfaatkan potensi biomassa untuk menggantikan energi fosil. Efendi mengatakan, pengembangan bioetanol lebih bernilai ekonomis sehingga memungkinkan dilakukan dengan pengembangan secara terintegrasi.
"Di samping mengurangi impor juga meningkatkan kontribusi energi baru terbarukan dalam bauran nasional hingga meningkatkan ketahanan energi," sambungnya.