Mendag Jawab Tudingan Bos Sritex yang Sebut Permendag 8 Biang Kerok Loyonya Industri Tekstil
Dalam Permendag 8/2024 antara lain mewajibkan importir tekstil dan produk tekstil (TPT) harus memiliki pertimbangan teknis
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menduga Komisaris Utama atau Bos PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan S Lukminto belum terlalu paham soal isi dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.
Hal itu merupakan respons dirinya terhadap pernyataan Iwan yang menyebut Permendag 8/2024 sebagai biang kerok perusahaan tekstil banyak yang gulung tikar.
"Permendag 8/2024 enggak ada masalah. Mungkin beliau juga belum paham isi Permendag. Mungkin beliau enggak tau ya aturan seperti apa. Mungkin karena itu aja," kata Budi ketika ditemui di Hotel Park Hyatt Jakarta, Senin (4/11/2024).
Baca juga: Soal Penyelamatan Sritex hingga Kabar Mau Dijadikan BUMN, Ini Penegasan Menko Airlangga Hartarto
Budi menilai bahwa Permendag 8/2024 justru melindungi industri tekstil dalam negeri.
Ia menjelaskan dalam Permendag 8/2024 antara lain mewajibkan importir tekstil dan produk tekstil (TPT) harus memiliki pertimbangan teknis dari Kementerian Perindustrian.
Berikutnya, impor TPT juga dikenakan bea masuk pengamanan perdagangan.
"Jadi per meter itu dikenakan sekitar ribu macam-macam lah, tergantung HS-nya," ujar Budi.
Lalu, di Permendag 8/2024, antara lain turut mengatur bea masuk pengamanan perdagangan untuk pakaian jadi.
"Pakaian jadi itu impornya juga diatur kuotanya melalui Perdirjen Daglu (Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri) Nomor 7 Tahun 2024. Jadi kuotanya sudah dibatasi juga," ucap Budi.
Jadi, Budi menilai bahwa Kemendag sudah membantu secara maksimal dalam upaya pelindungan industri tekstil dalam negeri.
Baca juga: Respons Cepat Pemerintah Selamatkan Sritex Dinilai Sudah Tepat
Sebelumnya, Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto, menyebut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8 tahun 2024 membuat industri tekstil dalam negeri lesu.
Hal itu berbeda dengan Permendag sebelumnya yakni nomor 36 tahun 2023.
Permendag 36 tahun 2023 membuat kondisi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) sempat membaik.
Iwan mengatakan setelah diganti menjadi Permendag 8/2024, pelaku usaha tekstil banyak yang tutup.
"Permendag 8 itu masalah klasik dan kita sudah tahu semuanya. Jadi lihat saja pelaku tekstil banyak yang kena (tutup)."
"Banyak yang terdisrupsi terlalu dalam sampai ada yang tutup. Jadi sangat signifikan (dampaknya). Tetapi itu semuanya kami serahkan ke kementerian untuk regulasinya," tutur Iwan kepada wartawan usai bertemu Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (28/10/2024).
Diketahui kini Pemerintah tengah berupaya untuk menyelamatkan karyawan Sritex yang saat ini berjumlah sekitar 11.000 orang.
Dalam pertemuan tersebut, Iwan menyebut Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita dan pemerintah akan bersama-sama menyiapkan strategi penyelamatan industri tekstil.
Utang PT Sritex
Sritex pailit karena harus menanggung utang pokok plus bunga yang besar, sementara pendapatannya seret.
Jika dirinci, utang jumbo yang ditanggung Sritex ini meliputi utang jangka pendek sebesar 131,41 juta dollar AS, dan utang jangka panjang 1,46 miliar dollar AS.
Untuk utang jangka panjang, porsi terbesar adalah utang bank yang mencapai 809,99 juta dollar AS, lalu disusul utang obligasi sebesar 375 juta dollar AS.
Kondisi keuangan Sritex semakin terpuruk, lantaran utang yang menumpuk ditambah dengan penjualan perusahaan yang lesu, mengutip Kompas.com.
Masih merujuk pada laporan keuangan terbarunya, perusahaan hanya bisa mencatatkan penjualan sebesar 131,729 juta dollar AS pada semester I 2024, turun dibandingkan periode yang sama pada 2023 yakni 166,9 juta dollar AS.
Di sisi lain, beban penjualannya lebih besar yakni 150,24 juta dollar AS.
Artinya, uang yang masuk dari penjualan tekstil tak mampu menutupi ongkos produksinya.
Kerugian Sritex juga tercatat hingga triliunan.
Pada tahun 2023, Sritex juga menderita kerugian sangat besar yaitu 174,84 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,73 triliun.
Lantas sepanjang semester pertama 2024, Sritex praktis mencatat rugi sebesar 25,73 juta dollar AS atau setara dengan Rp 402,66 miliar.